Termasuk Agung Firman Sampurna, 3 Ketum PBSI Ini Juga Pernah Didesak Mundur
INDOSPORT.COM â Mengulas tiga Ketum PBSI yang pernah didesak mundur, di mana salah satunya adalah Agung Firman Sampurna.
Agung Firman Sampurna menjadi bulan-bulanan Badminton Lovers usai tim bulutangkis Indonesia gagal total di Asian Games 2022.
Bagaimana tidak? Anthony Ginting dkk menciptakan sejarah miris di Asian Games 2022. Yakni untuk pertama kalinya Indonesia pulang dengan nol medali.
Sosok Ketum PBSI yakni Agung Firman dianggap bertanggung jawab atas kegagalan skuad Merah Putih di pesta olahraga terbesar se-Asia itu.
Oleh sebab itu, Badminton Lovers mendesak Agung untuk mundur dari jabatannya dan melakukan reformasi di tubuh PBSI usai gagal di Asian Games.
Manariknya, selain Agung Firman, beberapa Ketum PBSI ini juga pernah didesak mundur seperti Djoko Santoso hingga Ferry Sonneville. Berikut ulasannya.
Agung Firman Sampurna
Sebagai informasi, Agung Firman Sampurna resmi terpilih menjadi Ketum PBSI dalam Musyawarah Nasional (Munas) PBSI yang berlangsung 5-6 November 2020 di Serpong, Banten.
Agung terpilih menjadi Ketua Umum menggantikan Wiranto pada periode 2020 hingga 2024 mendatang. Namun, kiprahnya di PBSI malah menuai kritikan.
Selama menjabat sebagai Ketum, Agung selalu menuai sorotan karena performa tim bulutangkis Indonesia yang semakin merosot di eranya.
Salah satunya adalah kegagalan tim putra Indonesia mempertahankan gelar juara di Piala Thomas 2022 usai dikalahkan India di partai final.
Tak hanya itu, Indonesia juga gagal total di turnamen bulutangkis pertengahan musim 2023 dengan nol gelar juara. Baru di Hong Kong Open, skuad Merah Putih kembali meraih gelar juara.
Puncaknya di Asian Games 2022, Agung Firman Sampurna didesak mundur usai dianggap bertanggung jawan atas tim Indonesia yang menciptakan sejarah miris untuk pertama kalinya pulang dengan nol medali.
1. Djoko Santoso
Era Agung Firman Sampurna bak mengulang era Djoko Santoso yang pernah menjabat sebagai Ketum PBSI pada periode 2008 hingga 2012.
Djoko Santoso bisa dibilang relatif gagal menjalankan tugasnya dengan baik untuk membawa tim bulutangkis Indonesia berprestasi di level internasional.
Di era kepemimpinannnya, tim bulutangkis Indonesia untuk pertama kalinya gagal mempersembahkan medali emas di ajang Olimpiade.
Padahal, sejak bulutangkis pertama kali dipertandingkan pada Olimpiade 1992, Indonesia selalu berhasil mempersembahkan medali.
Kegagalan Indonesia di Olimpiade London 2012 itu membuat Djoko Santoso banjir desakan untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketum PBSI.
Alhasil, Djoko harus berlapang dada tak maju lagi pada pencalonan Ketum PBSI, di mana Gita Wirjawan yang terpilih pada periode selanjutnya.
Kendati demikian, di era Djoko Santoso, Indonesia masih meraih prestasi di SEA Games 2011. Kala itu, skuad Merah Putih berhasil keluar sebagai juara umum dengan menyabet total 11 medali.
Ferry Sonneville
Legenda bulutangkis Indonesia yakni Ferry Sonneville pernah memiliki nasib yang serupa dengan Agung Firman Sampurna yakni didesak mundur dari jabatannya sebagai Ketum PBSI.
Tak hanya menjadi seorang atlet bulutangkis, Ferry juga turut andil dalam mendirikan PP PBSI pada tahun 1951 dan ikut mendirikan KONI pada 1966.
Dengan rekam jejak yang cukup positif selama menjadi anggota KONI, Ferry didapuk menjadi ketua umum pada tahun 1970.
Selain itu, Ferry juga sempat menjabat sebagai presiden International Federation Badminton (IBF) atau yang sekarang BWF, pada periode 1971-1974.
Sementara itu, Ferry Sonneville juga dikenal sebagai Ketum PBSI yang memiliki sejumlah aturan kontroversial salah satunya mengubah sponsor perorangan menjadi kolektif.
Bahkan, beberapa aturan tersebut membuatnya dikritik oleh beberapa legenda bulutangkis. Salah satunya adalah Tan Joe Heok.
Hal ini membuat Ferry lengser dari kursi ketua umum PBSI dan digantikan dengan Dick Sudirman yang menjabat pada 1981 hingga 1985.