Candra Wijaya Flashback Piala Thomas 1998, Tak Bisa Pulang ke Indonesia karena Politik
INDOSPORT.COM - Memasuki tahun politik Pilpres 2024, legenda bulutangkis Candra Wijaya mengenang momentum yang sulit, selepas menjuarai Piala Thomas 1998.
Piala Thomas 1998 bisa dikatakan menjadi momen yang paling tidak terlupakan bagi tim bulutangkis putra Indonesia. Sebab saat itu sedang terjadi krisis moneter di Tanah Air.
Ketika Piala Thomas 1998 bergulir, Indonesia sedang mengalami krisis moneter, terjadi kerusuhan dan demonstrasi di mana-mana.
Tujuan utama masyarakat kala itu adalah untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Soeharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun.
Meski terjadi kisruh politik dalam negeri, pengurus PBSI tetap mengirimkan sejumlah pemain andalannya ke Piala Thomas dan Piala Uber 1998 di Hong Kong.
Beberapa pemain yang diusung ke Piala Thomas adalah Hariyanto Arbi, Hendrawan, Indra Wijaya, Marleve Mainaky dan Joko Supriyanto dari sektor tunggal putra.
Kemudian, ada pasangan Ricky Soebagja/Rexy Mainaky, Candra Wijaya/Sigit Budiarto, serta Tony Gunawan untuk membela ganda putra di Piala Thomas 1998.
Babak penyisihan grup B dimulai dengan laga kontra Belanda. Dalam pertarungan itu, tim Indonesia berhasil menang dengan skor meyakinkan 5-0.
Kemudian, di babak penyisihan grup kedua, tim Indonesia berhadapan dengan tim Korea Selatan dan kembali menang meyakinkan dengan skor 4-1.
Pada pertarungan penyisihan grup terakhir, tim putra Indonesia kembali mengalahkan Malaysia, juga dengan skor telak 4-1. Tim Merah Putih melaju ke semifinal.
1. Candra Wijaya Kenang Piala Thomas 1998
Dengan modal tiga kemenangan meyakinkan, skuad bulutangkis Indonesia melangkah ke babak semifinal dan bertemu China, yang pada saat itu menjadi runner-up grup A.
Menghadapi tim bulutangkis China, skuad Indonesia susah payah meraih kemenangan di angka 3-2, berkat sumbangan poin dari Ricky/Rexy, Hendrawan, dan Candra/Sigit.
Kemenangan atas tim Negeri Tirai Bambu sukses mengantarkan tim Tanah Air ke final Piala Thomas 1998 dan kembali berhadapan dengan Malaysia.
Dalam pertempuran dengan Malaysia, skuad Indonesia berhasil menang dengan skor 3-2, meskipun pada saat itu skuad yang sedang 'pincang' usai Hariyanto Arbi cedera.
Di sisi lain, pada saat sedang bertanding di Piala Thomas 1998, pebulu tangkis Indonesia dilanda rasa khawatir karena pada saat itu kerusuhan menyasar warga etnis Tionghoa.
Candra Wijaya menuturkan bahwa saat itu mereka belum berani pulang ke Indonesia, dan sempat tertahan di Hong Kong. Saat akhirnya Soeharto lengser, mereka pun pulang.
Kala itu, tampuk kepemimpinan Indonesia diambil alih BJ Habibie. Candra Wijaya menganggap hal itu sebagai momen yang tidak terlupakan dalam karier bulutangkisnya.
"Sebuah pengalaman yang tak terlupakan, karena kami berangkat presidennya masih Pak Harto, pulang sudah ganti Pak Habibie," ungkap Candra Wijaya saat ditemui awak redaksi berita olahraga INDOSPORT.COM.
"Kami sempet tertahan di Hong Kong, tidak bisa pulang karena situasi di dalam negeri belum kondusif," ucap Candra Wijaya lagi.
Kini, memasuki tahun politik pemilihan presiden 2024-2029, bulutangkis Indonesia juga dihadapkan pada ajang yang tak kalah penting, yakni Olimpiade 2024.