6 Kisah Heroik Ayah dan Anak dengan 'Darah Sepakbola' di Indonesia
Sebelum era kemerdekaan, pemain-pemain Tionghoa seperti Tan Mo Heng (kiper), Tan Hong Djien, dan Tan See Handi pernah merasakan tampil di panggung Piala Dunia 1938 bersama Hindia Belanda.
Setelahnya, para pemain Tionghoa tak pernah putus memberikan kontribusi untuk persepakbolaan Indonesia. Salah satunya adalah Tan Liong Houw, yang pernah mewarnai jagat sepakbola Tanah Air di era 1950-an.
Bermain sebagai gelandang, Tan Liong Houw sendiri adalah bagian dari generasi emas pertama di pentas sepakbola Indonesia. Ia tergabung bersama Skuat Garuda di ajang Olimpiade 1956 Melbourne. Pria berusia 86 tahun itu dikenal memiliki tekad yang kuat untuk membela Merah Putih
“Jangan tanyakan masalah nasionalisme orang-orang Tionghoa. Kami siap mati di lapangan demi membela Indonesia melalui sepakbola,” ungkap Tan Liong Houw seperti dikutip dari Four Four Two.
Bersama Skuat Garuda, Tan Liong berhasil membawa Timnas Indonesia ke babak perempatfinal Olimpiade 1956 Olimpiade. Di ajang pesta olahraga terbesar 4 tahunan itu, Timnas berhasil menahan imbang 0-0 Uni Soviet.
Tan Liong akhirnya memutuskan untuk gantung sepatu setelah gelaran Asian Games 1962 di Jakarta.
Sukses sebagai pemain sepakbola juga ditularkan Tan Liong atau Latief Harris Tanoto kepada dua anaknya di pentas sepakbola Indonesia, Wahyu dan Budi Tanoto. Tak tanggung-tanggung, Wahyu dan Budi berhasil menembus Timnas Indonesia di akhir 1970-an hingga pertengahan 1980-an.
Hebatnya lagi, Budi berhasil masuk dalam Skuat Garuda yang tampil di ajang Piala Dunia Junior (U-20) di Tokyo pada 1979. Sebagai seorang striker, Budi tergabung bersama Timnas Indonesia yang mencatatkan pencapaian terbaik dalam turnamen kelompok usia.