Konflik berkepanjangan tak juga surut antara pemerintah junta militer Myanmar dengan etnis Rohingya. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dialami oleh etnis yang merupakan campuran etnis Indo-Arya di India dan Bangladesh.
Jutaan orang Rohingya meregang nyawa akibat perlakuan tak manusiawi dari junta militer Myanmar. Orang Rohingya memang tak pernah mendapat hak konstitusionalnya sebagai orang Myanmar.
Sejak 1982, junta militer Myanmar yang kala itu dipimpin oleh Jenderal Ne Win memberlakukan hukum penolakan kewarganegaraan etnis Rohingya di Myanmar. Sejak saat itu sampai saat ini, perlakuan tak manusiawi diterima orang Rohingya.
Meski terus diburu dan ditindas, orang Rohingya terus bertahan dengan banyak cara. Melarikan dari Myanmar dan menetap di sejumlah negara jadi salah satu solusi dari mereka.
Sejumlah orang Rohingya pun kembali menatap hidup di negara yang mereka singgahi. Salah satu hal yang membuat mereka kembali hidup ialah sepakbola.
"Di sini kami bisa bermain sepakbola. Di Myanmar, kami tidak diizinkan untuk keluar rumah. Kami harus menyelamatkan diri dari sana," kata Farouque, pengungsi dari Rohingya yang saat ini menetap di Malaysia.
Menurut Farouque seperti dilansir reuters.com, sepakbola jadi jalan keluar bagi mereka untuk bisa bertahan hidup layaknya manusia pada umumnya.
Di Malaysia sendiri, etnis Rohingya tidak diperbolehkan untuk bekerja karenanya sepakbola jadi jalan keluar agar anak muda Rohingya tak melakukan hal negatif.
"Kami tidak ingin orang muda kami terlibat dalam kejahatan dan sepakbola jadi jalan keluarnya," kata Farouque.
Menariknya tidak hanya di Malaysia, etnis Rohingya berusaha 'hidup' kembali setelah berada di negara pengasingan mereka. Bagaimana kisah mereka tersebut?
Berikut ulasannya untuk pembaca setia INDOSPORT: