Boaz Solossa, Patah Kaleng, dan Jaminan Bakat Papua untuk Indonesia

Layaknya sebuah kebun subur, Papua menjadi ladang mewah para bakat muda. Para pesepakbola tumbuh layaknya jamur di musim penghujan.
Kita tentu saja masih ingat nama macam Elie Aiboy dan Erol Iba. Pengagas pertama talenta muda Papua di awal milenium baru.
Keduanya menjadi satu dari segenap bakat muda ujung timur yang bakal mewarnai persepakbolaan nasional. Erol dan Elie merupakan alumnus dari program PSSI Baretti, sebuah proyek kedua PSSI usai merasa program Primaveranya berjalan mulus.

Elie bahkan sempat melanglang hingga ke Malaysia bersama Bambang Pamungkas. Pemain ini dikenal sebagai sosok pemain sayap yang cukup licin.
Elie Aiboy menjadi satu pemain yang sanggup mengantarkan Indonesia sebagai runner up Piala AFF 2004. Trio Aiboy, Bambang Pamungkas, dan Ilham Jayakesuma menjadi salah satu yang paling mematikan di sepakbola ASEAN.
Patah tumbuh hilang berganti. Musim semi Aiboy dan Erol berganti dengan bibit baru pada nama Boaz Solossa, Ian Kabes, Christian Worabay, dan Imanuel Wanggai.
Generasi ini mendominasi Timnas Indonesia pasca Piala Asia 2007 di Jakarta. Bahkan Boaz yang kini menjadi kapten Timnas Indonesia disebut layak bermain di Eropa kala itu.

Lalu tibalah waktunya Oktovianus Maniani, Patrich Wanggai, dan Titus Bonai memasukkan nama mereka sebagai the next big things. Okto sukses mengantarkan Indonesia menjadi (lagi-lagi) runner up Piala AFF 2010.
Saat itu, Okto membuat para pencinta sepakbola nasional lupa akan keberadaan Boaz Solossa yang tengah menurun. Okto sukses menjadi pemain sayap yang licin bersama Irfan Bachdim dan Cristian Gonzalez di lini depan skuat Garuda.
Sementara itu, duet Patrich Wanggai dan Titus Bonai menjadi harapan Indonesia kala memperkuat Timnas U-23. Sayang keduanya gagal mempersembahkan emas kala melakoni laga SEA Games 2011 yang berlangsung di halaman sendiri.