Mengenang Tergusurnya Stadion Lebak Bulus Lewat Buku 'Sanggraha'
Dalam kurun waktu sebelas tahun terakhir, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah menggusur dua stadion bersejarah di ibu kota. Pertama, Stadion Menteng pada 2006, dan Stadion Lebak Bulus, ikut-ikutan dirobohkan pada dua tahun yang lalu.
Apa-apa yang dituangkan Nugroho di dalam bukunya turut menyentil kebijakan Pemprov DKI yang menggusur dua stadion tersebut tanpa ada penggantinya. Persija, yang kini sulit untuk bermain di ibu kota, menjadi perhatian utama Nugroho selain penggusuran Stadion Lebak Bulus.
“Tujuan utamanya sebagai kritik terhadap pemerintah. Karena Jakarta hobi banget menggusur stadion. Dari mulai Ikada, Menteng, sampai Lebak Bulus. Sebagai kritik pribadi gue dan mungkin teman-teman suporter Persija juga yang tidak punya stadion sampai sekarang. Kecil atau besar, sampai ke telinga pemerintah,” kata Nugroho.
“Sedih lihat Persija tidak punya stadion. Bukan karena gue memposisikan sebagai suporter Persija. Karena di mana-mana, yang gue tahu klub ibu kota punya stadion sendiri, tim elit, berhamburan uang dan pemain bintang, tapi Persija cukup miris. Sangat tidak layak tim ibu kota tidak memiliki stadion,” tambahnya.
Nugroho mulai mengenal Persija pada 2004. Selang setahun kemudian, ia menjadi fanatik Macan Kemayoran.
“Suka Persija dari 2004, dan 2005 diajak kakak nonton di Stadion Lebak Bulus. Dari situ gue jatuh cinta, oh begini ya nonton sepakbola langsung di stadion. Tadinya gue hanya suka sepakbola luar negeri tuh, nonton di televisi waktu masih sekolah. Pas nonton Liga Indonesia, ini nih tim yang harus gue dukung. Karena ada ikatan emosional. Gue mengutip kata-kata dari Anthony Sutton, ekspatriat penulis buku Sepakbola - The Indonesian Way Of Life, "Tim sepakbola favorit itu bukan kita yang pilih, tapi dipilihkan oleh Tuhan,” ujar Nugroho.
“Pernah punya Kartu Tanda Anggota (KTA) the Jakmania waktu SMA dulu. Ikut Koordinator wilayah (Korwil) Pondok Gede,” tambahnya.