Pembuatan Zenit Arena yang baru dibuka pada bulan Februari 2017 lalu meninggalkan sebuah kisah menyedihkan. Pasalnya, dilaporkan oleh The Guardian, dalam pembuatan stadion berkapasitas 68.134 orang itu memakan korban dan para buruh tidak diperlakukan secara manusiawi.
Seorang subkontraktor yang tak disebutkan namanya membeberkan bahwa stadion yang dipersiapkan untuk kompetisi Piala Konfederasi 2017 dan Piala Dunia 2018 di Rusia itu dikerjakan oleh para buruh imigran yang berasal dari Asia.
Di antara buruh-buruh tersebut, terdapat orang yang berwarganegara Korea Utara. Dalam prosesnya, buruh Korea Utara itu disuruh bekerja dalam shift yang cukup lama tanpa mendapatkan libur periode bulan Agustus hingga November 2016. Atas perlakuan yang tak manusiawi itu, seorang buruh berusia 47 tahun dilaporkan meninggal dunia.
"Para buruh itu takut untuk berbicara dengan orang-orang. Mereka tak berani untuk melihat siapa pun, mereka sudah layaknya tahanan dalam perang," ujar subkontraktor itu dikutip dari The Guardian.
Puluhan ribu buruh Korea Utara yang berada di Rusia kabarnya selalu bekerja layaknya budak. Hal tersebut dikatakan langsung oleh mantan Jaksa Agung Indonesia, Marzuki Darusman yang saat ini menjabat sebagai pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-bangsa di Korea.
Baca Juga |
---|
Menurut pria berusia 72 tahun itu para perusahaan yang mempekerjakan mereka terlibat dalam sistem kerja paksa yang tak dapat diterima oleh akal sehat. Mereka dipaksa bekerja selama 11 jam dalam sehari dengan upah sekitar 10-15 dolar Amerika, atau setara dengan Rp169 hingga Rp254 ribu.
Selain itu, para buruh yang bekerja dalam pembangunan Stadion Zenit itu kabarnya tidak diberikan pakaian yang layak untuk melakukan pekerjaan dalam kondisi cuaca yang sangat dingin. Kerja paksa yang terjadi tersebut menjadi sebuah catatan penting bagi FIFA, karena mereka gagal memonitor kondisi para buruh secara efektif.