Mundur, Djanur Bukan Sekadar Legenda di Persib Bandung
Ribuan pendukung Persib Bandung yang hadir di Stadion Gelora Sriwijaya, Palembang, mendadak bersorak histeris. Eksekusi Achmad Jufriyanto menjadi penentu gelar Liga Super Indonesia pada tahun 2014 silam.
Persib memastikan diri menjadi juara usai membenamkan Persipura Jayapura di final lewat drama adu penalti. Sebelumnya, kedua kesebelasan bermain imbang 2-2 hingga akhir 90 menit dan babak perpanjangan waktu.
Gelar ini merupakan pelepas dahaga Persib Bandung yang terakhir kali menjadi juara pada tahun 1995. Persib harus menunggu 19 tahun untuk bisa kembali menjadi salah satu tim yang disegani di Tanah Air.
Djanur menjadi salah satu sosok yang berperan penting dalam hajatan ini. Bagaimana tidak, sejak bergabung dengan Maung Bandung pada tahun 2013 sebagai pelatih, Djanur sukses menjadikan Persib sebagai skuat yang seimbang.
Djanur mampu mengombinasikan pemain senior seperti Firman Utina, Supardi, M. Ridwan, dan Tantan. Mereka padu dengan pemain asing yang diisi Makan Konate dan Vladimir Vujovic, serta dua energi muda dari Achmad Jufriyanto dan Ferdinand Sinaga.
Memori ini juga merujuk pada kemampuan Djanur kala masih menjadi pemain. Final Piala Perserikatan 1986 adalah klimaks prestasinya.
Djanur dikenal sebagai pahlawan Persib lebih dulu pada masa itu. Sumbangan golnya di menit ke-77 saat melawan Perseman Manokwari menjadi penuntas dahaga Persib yang terakhir kali juara di tahun 1961.
De Javu ini menjadikan Djanur kemudian menjadi salah satu sosok yang disegani. Sebagai legenda, sebagai pahlawan, dan pemecah kebuntuan prestasi Sang Maung Bandung.