Lahir di Lhokseumawe, Aceh, 27 Juli 1965, Fakhri kecil sudah bercita-cita ingin menjadi pesepakbola. Berposisi sebagai gelandang serang, dirinya pernah masuk skuat Garuda I mewakili Kabupaten Aceh Utara.
Sayang, impiannya itu sempat ditentang oleh sang ayah yang menginginkannya menjadi seorang dokter.
"Ayah saya dulu juga pemain bola. Pernah dalam pertandingan terjadi keributan antarsuporter. Nah, kepala ayah saya terluka. Sejak itu beliau melarang saya bermain bola,” ucap Fakhri seperti dikutip dari BontangPost.id.
"Saat lulus SMA, ayah membolehkan saya bermain bola. Tapi saya diminta tetap melanjutkan kuliah. Karena saya sebagai anak pertama dari delapan bersaudara, paling tidak harus sarjana,” kata Fakhri menambahkan.
Merantau ke Jakarta, Fakhri bermain untuk klub amatir milik Bea Cukai, Bina Taruna. Fakhri juga melanjutkan pendidikan di Universitas Kristen Indonesia (UKI), jurusan hukum.
Salah satu pengalaman berkesan Fakhri bersama Bina Taruna adalah ketika membawa Bina Taruna menjuarai turnamen Dharma Agung Cup tahun 1986. Dalam turnamen tersebut, Bina Taruna berhadapan dengan Juara Liga Malaysia Federal Teritori, Juara Galatama, dan PSSI All-Stars.
“Hal ini berkesan sekali, karena saat itu keberadaan klub amatir dipandang sebelah mata. Namun kami berhasil menunjukkan bahwa kami bisa lebih baik dari mereka dan menang,” tutur Fakhri.
Aktif di lapangan hijau, pendidikan Fakhri mulai terlantar. Akhirnya dia drop out dan memutuskan untuk fokus meniti karier sebagai pesepakbola. Pada tahun 1989, Fakhri bergabung bersama Lampung Putera. Dua tahun berselang, dirinya pindah ke Petrokimia.
Selanjutnya, Fakhri bergabung bersama Pupuk Kaltim (PKT) di tahun 1992. Bersama klub yang kini bernama Bontang FC itu, Fakhri sempat membawa PKT menjadi runner-up Liga Indonesia musim 1999/00. Fakhri juga sukses menamatkan gelar Sarjana di Universitas Trunajaya.
Tak hanya level klub, Fakhri juga menjadi salah satu gelandang handalan timnas era 90-an. Fakhri turut membela Garuda di SEA Games 1997, di mana dirinya sukses mencetak dua gol.
Fakhri juga ditunjuk sebagai salah satu algojo pada final melawan Thailand. Meski dirinya sukses menunaikan tugas dengan baik, Indonesia harus puas dengan medali perak setelah kalah 2-4.
Fakhri pensiun di PKT pada tahun 2001. Setelah itu, suami dari Novita Tri Hastuti itu mengambil Kursus Pelatih Remaja Pengda PSSI Jawa Timur.
Bapak tiga anak itu juga sukses mendapat lisensi A AFC di tahun 2008. Kini, dirinya dipercaya menjadi pelatih kepala timnas U-16, Garuda Muda Asia.
Fakhri sukses menuntaskan dendamnya kala timnas U-16 mengalahkan Thaliand 1-0 di kualifikasi Piala Asia U-16 2018. Garuda Muda Asia masih menyisakan satu pertandingan terakhir melawan Laos, Jumat (22/09/17).