Meninggalnya kiper Persela Lamongan, Choirul Huda memang menyisakan duka yang mendalam bagi insan sepakbola Indonesia. Bagaimana tidak, pemain berusia 38 tahun itu menghembuskan napas terakhir kala sedang berjibaku di atas lapangan.
Isiden maut itu bermula saat Persela menjamu Semen Padang, Minggu (15/10/17) lalu. Ketika itu pada penghujung babak pertama, Choirul Huda mengalami benturan keras dengan rekannya, Ramon Rodrigues.
- Konate Kirim Kode Balik, Tapi Bukan ke Persib
- Bocoran Detail Stadion Megah Selevel Old Trafford Anies-Sandi untuk Persija
- Cerita Hijabers Alfina Fanni, Putri Cantik Manajer MU yang Benci Kerusuhan Suporter
- Sempat Tertunda, PT LIB Buka Peluang Gelar 8 Besar Liga 2 di Luar Pulau Jawa
- Jarang Dimainkan, Pelatih Persib Ungkap Peran Kunci Gian Zola
Keduanya memang berniat mengamankan gawang Persela agar tidak kebobolan. Sayangnya, hal tidak terduga justru terjadi dan membuat Huda pergi untuk selamanya setelah sebelumnya sempat digotong dengan menggunakan ambulans.
Melihat kejadian tersebut, kiper Borneo FC, Muhammad Ridho ternyata memiliki cara pandang tersendiri. Menurut pemain kelahiran Pekalongan, Jawa Timur itu, seorang penjaga gawang harus lebih banyak berkomunikasi dengan pemain bertahan. Selain itu, saat keluar untuk perebutan duel bola udara, kiper harus memiliki perkiraan dan timing yang tepat.
"Harus pandai bicara sama bek, kalau perlu teriak yang keras. Tugas kiper juga berat. Selain harus jaga gawang tidak kebobolan, harus selalu menang kala duel bola atas. Sering striker lawan suka nakal mengganggu," ujar kiper 26 tahun itu.
Senada dengan Muhammad Ridho, kiper Sriwijaya FC, Sandi Firmansyah mengatakan insiden Choirul Huda menjadi pelajaran penting bagi pemain untuk meningkatkan koordinasi satu sama lain.
“Perlu dipertegas dengan komunikasi saja, supaya tidak terjadi benturan dengan pemain belakang,” tutup mantan pemain Gresik United tersebut.