Mendiang Banu Rusman merenggang nyawa setelah menjadi korban keganasan suporter PSMS berambut cepak yang diakui Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi sebagai prajurit TNI. Kerusuhan pecah di partai Liga 2 antara Persita melawan Ayam Kinantan, julukan PSMS, pada 11 Oktober lalu di Stadion Mini Persikabo, Kabupaten Bogor.
Persita menuntut pelaku pengeroyokan mendiang Banu diproses secara hukum. Akan tetapi sampai sekarang, belum ada langkah nyata dari Pendekar Cisadane, sebutan Persita, untuk membawa perkara ini ke ranah kepolisian.
“Sejauh di ranah sepakbolanya untuk korban itu kan keluarga Almarhum Banu, jadi kewenangan tetap ada di mereka apakah tetap dilanjutkan ke ranah hukum atau tidak, tetapi kita memang sudah mengajukan dan melaporkan aspirasi kita di sepakbola kepada PSSI,” ujar Direktur Persita, Azwan Karim ketika dihubungi INDOSPORT.
Azwan menyerahkan semuanya termasuk pelaporan ke kepolisian kepada keluarga mendiang Banu. Persita hanya bisa melayangkan protes ke federasi sepakbola Indonesia supaya regulasi ditegakkan.
“Kita ke rumah duka. Kita memberikan bantuan moral dan materi dan itu yang sejauh ini yang kita bisa lakukan untuk keluarga korban,” kata Azwan.
Sementara itu, ketua kelompok suporter Persita, Laskar Benteng Viola (LBV), Sis Anto Sertayosa mengakui pihaknya belum menempuh proses secara hukum terkait meninggalnya mendiang Banu. Sama seperti Azwan, Sis tidak mau melangkahi pihak keluarga untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Maaf sekali untuk sementara kami masih menunggu konfirmasi dari keluarga alm. Banu. Untuk sementara, memang belum ada (laporan ke kepolisian),” jelas Sis Anto.
“Harusnya sudah ada investigasi. Kami masih menunggu kelanjutan janji dari Ketua Umum PSSI yang akan menindak tegas pihak yang bersalah,” katanya menambahkan.
Kejelasan terkait ketiadaan proses hukum terhadap mendiang Banu kembali terungkap setelah mendengar pernyataan dari Pengurus LBV Tangerang Selatan (Tangsel), Rio. Senada dengan Sis Anto, insiden tersebut, menurut Rio, memang tidak dibawa ke ranah hukum karena suatu sebab. Mereka menunggu reaksi dari pihak kepolisian.
“Mengenai kelanjutan kasus yang merenggut nyawa anggota kami, kami tetap menginginkan kasus ini diusut tuntas. Namun setelah dua minggu kepergian almarhum, kasus ini seperti senyap dan tidak ada penjelasan dari pihak yang berwajib. Padahal kami mempercayai semuanya pada pihak yang berwajib untuk menegakkan keadilan seadil-adilnya tanpa memandang apapun. Untuk saat ini kami bingung harus berbuat apa,” buka Rio.
Rio mengungkapkan, LBV Tangsel pernah melakukan komunikasi secara intens dengan kepolisian untuk mengusut pelaku pengeroyokkan mendiang Banu. Tapi seiring berjalannya waktu, koordinasi terputus.
“Kami hanya bisa berdoa dan meminta bantuan kepada seluruh pers atau awak media untuk terus menaikan kasus ini sampai adanya kejelasan keadilan bagi kami. Untuk lapor secara mendatangi ke Polres, kami LBV Tangsel memang belum. Karena kami juga tidak mau melangkahi pihak keluarga. Tapi salah satu pengurus dari LBV Tangsel pernah ada pembicaraan secara telepon kepada Polres Tangsel,” paparnya.
Bagaimana pun, insiden yang menewaskan mendiang Banu harus diusut secara tuntas untuk menjadi efek jera. Jangan sampai berhenti hanya karena melibatkan masyarakat non-sipil.