Dalam dunia sepakbola, kesuksesan bukan sebuah kebetulan yang tiba-tiba datang menghampiri sang pemain. Kesuksesan bukan pula sebuah pemberian, bukan juga sebuah hasil kompromi.
Kesuksesan yang diraih merupakan sebuah akumulasi dari latihan-latihan dilakukan setiap hari tanpa pernah berhenti.
Tidak ada orang sukses sebagai pemain bintang karena hasil belas kasihan orang lain dan kebetulan belaka.
Pele, legenda sepakbola Brazil itu pernah mengatakan, "Kesuksesan bukan sebuah kebetulan. Ia adalah buah dari kerja keras, ketekunan, belajar, pengorbanan, dan di atas segalanya adalah menaruh cinta pada sesuatu yang engkau lakukan atau engkau pelajari".
Dan, semua itu hanya mungkin diraih dengan latihan yang tiada henti-hentinya.
Alsan Putra Masat Sanda, pemain yang baru saja mencicipi gelar juara Liga 1 Indonesia itu, merasakan betul bagaimana sepakbola yang semulanya hanya sekedar hobi menjadi detak jantung dan nafas hidupnya.
Ia yakin dan percaya yang namanya sukses bukan hasil pemberian dan bukan pula sebuah kebetulan.
Kesuksesan harus dijemput dengan kerja keras dan ketekunan; kerja keras dan ketekunan Alsan menjinakkan kerasnya alam Nusa Tenggara Timur pada gilirannya menjadikan Ia sebagai pemain yang berkarakter dan memiliki visi bermain.
Sentuhan Magis coach Indra Sjafri
Alsan Putra Masat Sanda, awalnya bukanlah siapa-siapa. Ia tumbuh dan besar dari sebuah keluarga yang biasa-biasa saja di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Sejak kecil ia telah bergaul dengan sepakbola bersama dengan kawan-kawan sebayanya. Mereka bermain di atas tanah lapang, lebih tepatnya lapangan beralaskan cadas. Ya, batu karang!
Lingkungan yang keras itu ternyata turut membentuk karakter pesepakbola kelahiran 1 Agustus 1992 itu. Dirinya dikenal sebagai pemain bek sayap yang keras bak cadas, yang tak kenal kompromi terhadap lawan.
Kedisiplinan serta kekokohannya di lini belakang terbukti dengan berhasilnya Bhayangkara FC meraih gelar juara Liga 1 2017.
Mantan pemain Bali United itu mengakui karir sepakbolanya berkembang sebagai pemain profesional ketika diasuh oleh Indra Sjafri.
Pemain yang semula bermain sebagai penyerang itu, oleh Indra Sjafri ditempatkan sebagai bek sayap kiri. Dan, terbukti pemain yang ditempa oleh kerasnya alam Nusa Tenggara Timur itu kini mampu menjadi tembok kokoh di jantung pertahanan Bhayangkara FC.
Tak hanya menjadi pilar lini belakang, posisi full back membuat Alsan lebih leluasa bergerak ke lini pertahanan musuh untuk membantu serangan.
"Pemain bagus, apalagi saya pindahkan posisinya waktu itu dari depan ke full back", kata Indra Sjafri tentang mantan anak asuhnya itu.
Bermodal dasar yang kokoh hasil polesan sang maestro Indra Sjafri, Alsan kini menjadi pilihan nomor satu pelatih Simon McMenemy mengisi pos bek sayap kiri Bhayangkara FC.
Awalnya Hanya Sekedar Hobi
Menjadi pemain sepakbola, pada awalnya bukanlah sebuah tujuan hidup pemain yang biasa disapa Alsan itu. Ia bermain sepakbola hanya sekedar untuk menyalurkan hobi-nya dan juga itu salah satu permainan yang lazim dimainkan anak laki-laki.
Lama-kelamaan hobi itulah yang membuatnya jatuh cinta kepada sepakbola. Baginya, hidup tanpa sepakbola ibarat badan tanpa jiwa. Kering seperti Kupang yang gersang. Di usia 8 tahun, ia resmi menjadi anggota Sekolah Sepak Bola Tunas Muda di bawah asuhan coach Anton Kia.
"Awalnya memang hanya untuk mengisi waktu luang, namun lama-kelamaan menjadi tujuan hidup dan sekarang ini menjadi pekerjaan saya", kata pemain terbaik Liga Desa Indonesia 2015.
Pemain yang pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang itu mengakui bahwa karirnya yang kian menanjak dalam sepakbola profesional merupakan berkat campur tangan orang-orang dekat di sekitarnya yang selalu memotivasi dirinya hingga menjadi bintang saat ini.
"Orangtua yang telah menghadirkan beta ke dunia ini, pelatih SSB Anton Kia, abang Ibnuh Sandah (mantan pemain Liga 3), dan juga seluruh Masyarakat Gila Bola NTT yang telah mengatar beta hingga sukses sekarang ini", ungkap anak ketiga dari 6 bersaudara itu.
Sepakbola harus 'Menggaram' di NTT
Gelar juara Liga 1 yang berhasil ia raih bersama Bhayangkara FC tak serta merta membuatnya jumawah. Ia memandang gelar juara yang berhasil diraihnya itu sebagai motivasi tersendiri untuk terus berbenah diri menjadi lebih baik lagi hari demi hari.
Juara baginya bukanlah sebuah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari perjalanan karirnya dalam dunia persepakbolaan profesional.
Ia persembahkan gelar juara itu bagi seluruh anak muda, khususnya anak-anak muda NTT, yang menaruh perhatian serius dan cinta kepada sepakbola.
"Beta persembahkan gelar juara ini untuk seluruh anak-anak muda NTT yang mencintai olahraga sepakbola dengan sepenuh jiwanya".
"Bakat dan keahlian kita adalah anugerah Tuhan untuk memajukan tanah air dan masyarakat".
Sepakbola dan prestasi yang telah diraihnya ini harus mampu menjadi garam yang memberikan cita rasa berbeda bagi anak-anak muda NTT dan Indonesia secara umum.
Sepakbola harus memasyarakat dan pada gilirannya sepakbola akan menjadi sebuah habitus di dalam masyarakat kita.
Ketika sepakbola mampu menjadi habitus sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah sistem nilai, saya kira orang NTT tak akan kesulitan melahirkan pesepakbola-pesepakbola handal seperti Alsan Sanda yang bersinar bersama Bhayangkara FC, Billi Keraf yang diperhitungkan Persib, Yulius Mauloko yang mantap di Gresik United, serta Yabes yang berjaya bersama Bali United.