Surabaya bersama empat kota lainnya telah ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Presiden 2018. Bandung, Malang, Bali, dan Makassar menjadi venue lainnya untuk turnamen pramusim ini.
Rencananya, Piala Presiden akan bergulir pada awal tahun depan. Tepatnya, pekan kedua Januari 2018.
Tapi sebagai tuan rumah, Persebaya Surabaya justru pesimistis dapat mengikuti turnamen ini. Sederet permasalahan yang terjadi akhir-akhir ini menjadi musababnya.
Pertama, Persebaya tengah kesulitan untuk menggelar pertandingan di Surabaya. Mulanya, tim berjuluk Green Force ini merasa dikerjai oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya saat memakai Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) di Celebration Game melawan PSS Sleman pada 9 Desember lalu.
“Di Persebaya ada rakor (rapat koordinasi) dengan kepolisian, Dinas Perhubungan, itu tidak ada masalah. Tapi waktu hari H, parkiran ditutup, tidak boleh dipakai, tidak tahu kenapa, padahal kita itu tim yang bayar stadionnya sama kaya tim lain bayar sewa stadion, tidak ada yang spesial,” urai Manajer Persebaya, Chairul Basalamah.
“Kita tidak mengerti ada salah apa. Bayangin ya, pajak, kita kasih pemasukan pajak, dari banner dan sebagainya kita bayar pajak, stadion iya. Stadion itu ya, kalau kita tidak gunkan, buat apa, karena kan uang rakyat juga. Tapi agak konyol, dipolitisasi berkali-kali," beber Chairul lagi.
"Cuma kita diam dari dulu, karena kita pikir apa, nanti kita tak bisa pakai di situ, dan kita mengalah karena apa, teman-teman (suporter Persebaya) Bonek sudah bertahun-tahun tunggu lihat kita bermain. Kalau kita mau keras, maka nanti itu kejadian akan bentrok, itu kan tidak baik. Kita kan tidak mau Bonek jadi alat untuk gesek sana-sini,” paparnya menambahkan.
Pada Celebration Games lalu, Persebaya merasa seperti dikerjai oleh pemkot. Pihak manajemen klub berjuluk Green Force measa ada keributan yang sengaja dibuat-buat untuk mempersulit Persebaya bermain di Surabaya.
Chairul memberi contoh saat pemkot menutup lahan parkir di samping GBT. Dia meminta izin kepada Pemkot Surabaya untuk menggunakannya, dengan tidak menerima uang distribusi parkir, yang semuanya masuk ke dalam kantong pemkot. Tapi, anehnya, permohonan itu diabaikan oleh pemkot. Chairul tidak habis pikir, padahal Persebaya merepresentatifkan Kota Surabaya.
“Ketika kita memberikan kontribusi untuk kota ini, kita bawa nama Surabaya, kita berusaha sebaik mungkin,” ujar pria berkacamata ini.
“Kita di sepakbola tidak mau urusan politik, kita simpel saja. Kita terima sih, makanya kita di Piala Presiden sebenarnya bingung, yang punya stadion bukan kita. Nanti saat Presiden (Jokowi) datang, trus lihat keadaan kemarin begitu, seram juga,” katanya menambahkan.
Tidak hanya soal stadion, Persebaya juga masih menunggu jadwal pasti Piala Presiden. Sebab kalau digelar pertengahan Januari, terlalu mepet dengan agenda latihan pertama Green Force yang baru akan berlangsung setelah pergantian tahun mendatang.
“Kita menunggu soal jadwal, kapan digelar. Terus tidak keluar, kami putuskan untuk terus libur. Pelatih Angel Alfredo Vera pun sudah terlanjur (pulang) ke Argentina, pulangnya masih lama. Kita jujur menghargai penunjukkan sebagai tuan rumah Piala Presiden. Kita pribadi inginnya ikut, tapi kondisinya seperti ini. Dua hal penting yang menjadi kendala, soal stadion dan pelatih kita masih di Argentina,” tutup Chairul.