Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC perlu banyak berbenah dalam mengemas gelaran pertandingan di Liga 1 nanti. Panpel mengakui, masih banyak hal-hal penting yang masuk dalam program evaluasi mereka pasca menggelar Grup E Piala Presiden.
Masalah terbesar tetap pada tradisi lama, yakni masuknya flare. Benda menyala yang bisa memicu kebakaran itu masih saja terlihat, yaitu saat Arema FC bermain imbang 2-2 kontra Persela Lamongan di Stadion Gajayana, Sabtu 20 Januari lalu.
"Harus perlu dievaluasi lagi. Sosialiasi terus kami lakukan, agar semua suporter mengerti bahwa flare termasuk benda yang dilarang keras masuk ke stadion," ungkap Abdul Haris.
Akibat ulah segelintir Aremania itu, Panpel sudah dijerat sanksi denda sebesar Rp10 juta lantaran flare dan keberadaan suporter hingga ke area sentle ban, akibat membludaknya penonton.
"Mereka harus tahu, bahwa tetap saja yang kena imbas berupa denda adalah klub," Ketua Panpel Arema FC itu menambahkan.
Sedangkan satu masalah utama lainnya adalah soal distribusi tiket. Panpel mengakui jika penjualan tiket masih amburadul dan menyebabkan banyaknya suporter yang kehilangan haknya untuk menyaksikan Arema FC berlaga.
Seperti di awal pertandingan kontra Bhayangkara FC kemarin, beberapa suporter membakar banner dan paper roll di tribun selatan Stadion Kanjuruhan. Aksi itu diduga sebagai ungkapan kekecewaan, lantaran mereka sudah membeli tiket namun tidak mendapatkan tempat duduk di tribun.
"Masalah tiket ini memang kami akui masih perlu banyak evaluasi. Tingginya animo suporter membuat pelayanan kami kurang maksimal," papar Abdul Haris.
"Ke depan, kami akan lebih baik dalam hal distribusi tiket. Kami mohon maaf kepada Aremania atas ketidaknyamanan ini," pungkasnya.