INDOSPORT.COM - Masyarakat pencinta sepak bola Tanah Air telah mencapai titik gerah terkait isu pengaturan skor alias match fixing. Kampanye untuk mengusut tuntas kasus ini pun semakin marak digaungkan, baik di dunia maya maupun nyata.
Isu pengaturan skor semakin marak berhembus jelang laga penutup Liga 2 2018, khususnya dalam penentuan tiga tim yang akan naik kasta ke Liga 1 musim 2019.
Kasus yang paling disorot yakni manajer salah satu klub Liga 2, Januar Herwanto dari Madura FC yang mengungkapkan jika ia pernah menolak saat datang penawaran skor dari orang dalam PSSI.
“Ada yang meminta agar Madura FC mengalah, nanti gantian PSS Sleman akan mengalah di Sumenep. Tapi saya tidak mau. Saya ditawari Rp 100 juta,” ujar Januar saat sesi wawancara Mata Najwa di salah satu stasiun televisi swasta, Rabu (28/11/18).
Alhasil PSS Sleman pun turut menjadi perbincangan usai memastikan satu tiket Liga 1 musim 2019. Tim berjuluk Super Elja tersebut menumbangkan Kalteng Putra di babak semifinal, Rabu (28/11/18) dan akan bertemu Semen Padang FC di partai final Liga 2.
Pembahasan ini memantik salah satu pengamat sepak bola, Anton Sanjoyo untuk mengenang kilas balik kasus pengaturan skor di Indonesia, agar mendapatkan langkah yang tepat dalam mengusut kasus yang sudah berlarut-larut ini.
“Dari sejak lama isu pengaturan skor sudah ada. Dari zaman Pak Azwar (Anas) sudah ada kasus referee, suap, itu sudah marak,” ucap Anton saat dihubungi INDOSPORT pada Kamis (29/11/18).
“Lalu pada zaman Nurdin Halid dibongkar besar-besaran tentang mafia wasit. Saat itu yang melaporkan Persekap (Pekalongan),” tambah Anton.
Pengamat sepak bola tersebut juga menyayangkan momentum pembekuaan PSSI yang pernah dilakukan Menpora Imam Nahrawi pada April 2015 lalu belum mencapai langkah maksimal dalam pemberantasan mafia bola di Indonesia.
“Pada tahun 2015 Kemenpora bekukan PSSI, saya menuntut mana yang katanya ada mafia wasit, tapi enggak ada bukti. Padahal itu momentum tepat bagi pemerintah untuk menangani masalah ini,” paparnya.
Dengan naiknya isu pengaturan skor kali ini, Anton pun mengharapkan pihak yang berwenang agar cepat bertindak, sebelum kembali kehilangan momentum dan mafia bola semakin bebas berkeliaran.
Hanya saja kali ini PSSI selaku federasi yang menaungi persepakbolaan Tanah Air juga ikut terseret dalam kasus pengaturan skor, hingga menyusahkan penyelidikan dan berimbas pada keraguan pengungkapan kasus oleh pihak kepolisian.
“Jadi langkah yang tepat sebaiknya federasi bekerja sama dengan polisi mengusut tuntas kasus ini, lantas menjatuhkan sanksi, seperti sebelumnya ada sanksi larangan beraktivitas di dunia sepak bola seumur hidup, atau jika landasan hukum memungkinkan masuk ke ranah pidana.”
“Namun pada perkembangan kasus terakhir ada indikasi yang terlibat dari federasi. Ini harusnya jadi langkah awal agar kasus ini segera diusut. Sementara dari PSSI sendiri cenderung melindungi Pak Edy (Rahmayadi) selaku ketua,” tutup Anton.
Penulis: Martini
Terus Ikuti Berita Sepak Bola Liga Indonesia Lainnya Hanya di INDOSPORT