Luka Modric, Perusak Hegemoni Ballon d'Or dengan Tempaan Peluru di Masa Lalu
Di tengah suara hujanan peluru dan granat, tampak sosok tua renta berusaha untuk melarikan diri dengan menghindari ranjau darat dan kejaran gerombolan bersenjata.
Tapi sial, dirinya terpojok dan tidak bisa kemana-mana oleh sekelompok bersenjata yang berasal dari Serbia.
Sontak ia langsung ditembak secara membabi buta oleh para sekawanan itu hingga meninggal dunia. Kejadian tersebut benar-benar membuat jiwa Luka Modric terguncang karena yang meninggal itu adalah Luka Modric Snr, notabenenya merupakan kakek Modric.
Setelah itu, kehidupan Luka Modric tidak pernah lebih baik karena harus hidup sebagai pengungsi akibat perang di daerah Balkan yang mana termasuk Kroasia, tanah kelahirannya.
Tanpa listrik dan air, Modric hanya bisa mendengar dentuman peluru dan granat di mana-mana.
Lebih parahnya lagi itu terjadi saat Modric baru berusia 6 tahun dan ia sudah melihat sosok yang paling dekatnya yaitu sang kakek yang harus meninggal dengan tragis.
Tetapi mungkin karena hidup yang serba sulit itu telah menempa Modric menjadi sosok yang pantang menyerah.
Termasuk, dirinya yang tidak menyerah untuk terus bermain sepak bola meski hidup sebagai pengungsi. Sebuah tempat parkir atau lahan sempit tetap dapat disulap oleh Modric kecil seakan menjadi Stadion Santiago Bernabeu.
Melihat sang anak memiliki kecintaan yang begitu besar akan sepak bola, Stipe dan Jasminka menyisihkan uang agar bisa membuat Modric bergabung dengan NK Zadar.
Stipe dan Jasminka adalah orang tua Modric yang rela berkorban padahal kondisi keluarga saat itu benar-benar miskin dan itu dilakukan demi anaknya.
Namun, perjalanan Modric menuju pemain sepak bola tidaklah mudah karena di NK Zadar, dia tidak dianggap bakal sukses akibat tubuh kecil yang dimilikinya.
Tapi untungnya pelatih pertamanya, Davorin Matosevic berpendapat lain tentang bakat Modric.
“Apa yang langsung menjadi pusat perhatian saya adalah caranya mengontrol bola. Sentuhannya lembut dan penuh presisi, bagi pemula itu sangat luar biasa,” ungkap Davorin seperti yang dilansir dari FourFourTwo International.
Perjalanan karier Luka Modric akhirnya berlanjut di Zagreb hingga berlanjut di Tottenham Hotspur. Di London, Luka Modric menunjukan kepiawaiannya yang sampai membuat Sir Alex Ferguson membandingkan dirinya dengan Paul Scholes.
“Mereka (Modric dan Scholes) mampu memberikan umpan manis secara konsisten dan satu hal yang orang selalu ragukan dari Modric ada pada stamina. Padahal ia miliki stamina yang luar biasa,” ungkap Ferguson seperti yang dinukil dari Dailymail.