In-depth

Kenapa Kursi Ketua Umum PSSI Terlalu Seksi?

Selasa, 5 Februari 2019 16:52 WIB
Penulis: Annisa Hardjanti | Editor: Ivan Reinhard Manurung
© INDOSPORT
Edy Rahmayadi dan Jokowi. Copyright: © INDOSPORT
Edy Rahmayadi dan Jokowi.
Bisa Jadi Kepala Daerah hingga Presiden?

Keistimewaan bukan jadi satu-satunya hal yang ditemukan di balik jabatan Ketua Umum PSSI. Karena dimensi politik rupanya juga turut melingkupi posisi nomor satu di federasi yang pernah dijabat Edy Rahmayadi itu.

Tommy sendiri tak menampik bahwa Ketua Umum PSSI adalah posisi yang strategis dan seksi, terutama bagi mereka yang datang dari kalangan politisi. Itu alasan menurutnya banyak politikus yang belakangan tertarik menduduki posisi itu.

"Mungkin orang awam tidak bisa baca itu. Tapi bagi politikus, mereka bisa membacanya, dari sisi politisnya," ujar Tommy.

"Sepak bola sebagai olahraga bergengsi di Indonesia mampu membawa seorang Ketua Umum PSSI bisa bertemu dan duduk bersama dengan Presiden. Terlebih lagi ketika ada pertandingan internasional yang melibatkan Timnas," lanjutnya.

Popularitas juga turut menjadi nilai plus bagi dimensi politik Ketua Umum PSSI. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Barisan Sepakbola Rakyat Indonesia (BASRI), Edy Sofyan saat ditemui awak portal berita olahraga INDOSPORT.

Jabatan Ketua Umum PSSI dinilai mampu membawa seseorang untuk dikenal oleh banyak pihak dari berbagai kalangan, baik mereka yang datang dari tingat usia muda hingga dewasa sekalipun.

Menurut Edy, keterkenalan pemangku jabatan tertinggi PSSI tersebut sejalan juga dengan kondisi sepak bola Indonesia yang dikenal sebagai olahraga dengan popularitas tinggi di Tanah Air.

"Dia bisa gunakan alat (itu) sesuai kemana tujuan dia. Apakah dia akan menjadi tokoh politik, kepala daerah, atau puncak dari suatu negara. Itu bisa saja," kata pria yang pernah maju dalam bursa calon Ketua Umum PSSI periode 2017-2020 itu.

Dimensi Ekonomi di Balik Kursi Ketum PSSI

Realitanya, sepak bola Indonesia tetap ambil bagian besar dalam urusan perekonomian maupun bisnis. Hal ini bisa jadi salah satu yang cukup 'menggiurkan' bagi mereka yang hendak memangku posisi Ketua Umum PSSI.

Tommy Welly menilai sepak bola sendiri punya tempat dalam dunia industri olahraga di Indonesia, mengingat popularitas besarnya di tengah masyarakat Tanah Air.

"Industri olahraga kompetisi yang sudah bisa dikomersilkan ya sepak bola, dibandingkan dengan cabang-cabang olahraga lainnya," ujarnya.

Edy Sofyan pun turut membenarkan adanya alasan bisnis yang di samping politik ketika bicara soal apa hal lain yang didapatkan di balik jabatan Ketua Umum PSSI.

Berbeda dengan sejumlah negara lain, bisnis masih ambil bagian dalam lingkungan PSSI. Sayangnya, hingga kini Edy melihat belum ada lembaga yang mampu mengontrol urusan keuangan PSSI.

"Di kita, bisnis. Kenapa? Karena tidak terkontrol. Jadi seenaknya. Ada dana sponsor, ada dana hibah, ada dana dari FIFA, dan sebagainya," ujar Edy.

Dalam urusan kontrol keuangan PSSI, memang hanya bisa dilakukan oleh anggota mereka. Namun kontrol itu hanya dilakukan setahun kali, yakni saat diselenggarakannya Kongres PSSI.

Lantas, apa benar memang tiga hal di atas yang membuat kursi Ketua Umum PSSI menjadi posisi yang strategis dan seksi untuk melancarkan sejumlah pencapaian pribadi?

Yang pasti, semoga segala keistimewaan, baik dalam dimensi politik maupun ekonomi bisnis,  tak lantas membuat visi misi yang digaungkan para calon Ketua Umum PSSI nanti hanya sebatas retorika yang mengambang karena ambisi pribadi.

Kenapa? Karena sepak bola Indonesia kini tengah benar-benar membutuhkan sosok pemimpin yang mampu membawa perubahan serta perbaikan dalam berbagai lini yang ada dalam tubuh PSSI.

Terus Ikuti Berita Sepak Bola Indonesia Lainnya di INDOSPORT.COM