Liga Indonesia

Mei 1998, Ketika Politik Lumpuhkan Sepak Bola Indonesia

Jumat, 17 Mei 2019 19:38 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© http://sejarahpersebaya.com
Skuat Persebaya Surabaya musim 1997/98. Copyright: © http://sejarahpersebaya.com
Skuat Persebaya Surabaya musim 1997/98.

INDOSPORT.COM - Persebaya Surabaya memulai kompetisi 1997/98 dengan kepercayaan diri tinggi usai berhasil menjadi juara semusim sebelumnya. 

Sampai pekan ke-14, Bajul Ijo memuncaki klasemen Divisi Barat dengan 28 poin. Pesaing terdekat mereka, Persija Jakarta, menempel ketat dengan 27 angka. Persija memang tengah membangun tim kala itu di bawah komando Sutiyoso. 

Di Wilayah Timur, PSM Makassar memimpin jauh di puncak klasemen dengan raihan 30 poin. Pasukan Ramang tengah merajut asa merebut juara, setelah semusim sebelumnya terhenti di semifinal. 

Namun, tepat 25 Mei 1998, Persebaya, Persija, PSM, serta klub-klub peserta lainnya harus mengubur mimpi dalam-dalam.

Kompetisi Liga Indonesia 1997/98 harus dihentikan di tengah jalan. Meletusnya kerusuhan 98' dan kejatuhan Orde Baru membuat roda kompetisi terpaksa harus berhenti. 

Tanda-tanda ini sebenarnya sudah terlihat sejak tanggal 6 Mei 1998. Sekelompok suporter melakukan aksi anarkis terhadap klub Arseto Solo di Stadion Sriwedari, Solo. 

Penyebabnya adalah pemilik klub, Sigit Harjoyudanto, yang merupakan putra dari Soeharto. Segala yang berbau Soeharto dijadikan sasaran amukan. Arseto sendiri langsung bubar tak lama setelah pekan ke-14 di Divisi Tengah. 

Kerusuhan bukan hanya penyebab satu-satunya, krisis moneter yang terjadi pada 1998 juga memberikan pukulan telak kepada klub-klub Indonesia. 

Korban paling awal adalah Bandung Raya. Klub asal kota kembang ini harus bubar karena krisis finansial. Padahal semusim sebelumnya, mereka masih menantang Persebaya di babak final. 

Berhentinya liga di tengah jalan membuat suporter kecewa. Kericuhan yang disebabkan suporter meletus di sejumlah tempat. Di Bandung, Bobotoh dan sejumlah elemen masyarakat mengadakan demonstrasi di depan Gedung Sate.

Tak hanya suporter dan klub, pada pemain pun jadi yang paling terimbas, Mereka harus mencari penghidupan dengan cara lain seperti bermain antarkampung (tarkam). 

Beruntung, itu tidak berlangsung lama. Pada November 1998, roda kompetisi kembali digulirkan. Di bawah pimpinan Agum Gumelar, Liga Indonesia edisi V pun berjalan dengan bantuan subsidi yang besar dari PSSI. 

Terus Ikuti Perkembangan Sepak Bola Indonesia dan Berita Olahraga Lainnya Hanya di INDOSPORT.COM