INDOSPORT.COM – Partai final Liga Champions 2018/19 pada Minggu (6/2/19) dini hari yang mempertemukan Liverpool dan Tottenham Hotspur di Estadio Wanda Metropolitano membuat Jose Mourinho dan Arsene Wenger akur.
Kedua sosok tersebut adalah eks pelatih di kancah Liga Primer Inggris yang kerap berseteru di dalam dan luar lapangan. Mourinho pernah menangani Chelsea dan Manchester United, sedangkan Wenger pernah mengasuh Arsenal.
Keduanya menjadi komentator partai puncak di kanal televisi beIN Sports pada Minggu (2/6/19) dini hari. Mourinho tampak akrab dengan Wenger kala membahas kedua tim di sela-sela laga.
Manajer asal Portugal itu secara terang-terangan setuju dengan pernyataan yang dilontarkan Wenger. Ia seolah tak merasakan kembali apa yang pernah terjadi dalam masa lalu mereka ketika masih berseteru di Liga Primer Inggris.
“Saya sepenuhnya setuju dengan apa yang mister Wenger katakan. Opini saya adalah opininya, dimana Alexander-Arnold dan Robertson adalah pemain yang agresif untuk maju. Liverpool punya Salah dan Mane di depan yang bisa membuka ruang. Tottenham akan mendapatkan masalah besar,” ujar Mourinho mengutip dari video rekaman akun Twitter beIN.
"Listening to Mr Wenger's comments, I agree totally with what he was saying. My opinion is his opinion"
— beIN SPORTS (@beINSPORTS) June 1, 2019
Mourinho & Wenger FINALLY AGREE ON SOMETHING 😄
📺Watch live on HD1 (English only audio option available)
Follow live updates 👉 https://t.co/dAUCvJSwXC#beINUCL #UCLFinal pic.twitter.com/w0dqlXonV1
Rivalitas keduanya sendiri mulai muncul ke permukaan kala Wenger mengkritik Chelsea yang dilatih Mourinho pada musim 2005. Menurut Wenger, The Blues kala itu hanya bermodalkan cara instan dengan sokongan dana dari Roman Abramovich.
Wenger juga berkata Chelsea meraih kesuksesannya hanya dengan membeli pemain besar dari luar Inggris. The Blues kala itu hanya memiliki John Terry sebagai pemain utama yang berasal dari Negeri Ratu Elizabeth.
Adapun salah satu kutipan Mourinho yang paling terkenal mengenai seterunya itu ialah: ”Wenger adalah spesialis dalam hal kegagalan. Jika saya menangani Arsenal dan tak meraih gelar selama delapan musim beruntun, saya akan mundur. Saya tak akan seperti dia.”
Namun, mengingat keduanya tidak sedang melatih klub mana pun, mereka menunjukkan profesionalitasnya bahwa friksi itu hanya terjadi di dalam lingkup sepak bola saja.