Kilas Balik Piala Dunia 2014: Kesuksesan Timnas Jerman Mengikis Stigma Diktator
DFB membangun jaringan perekrutan pemain U-12 dan tempat pelatihan pemain muda yang setidaknya tersebar dalam 366 lokasi seantero Jerman. Desentralisasi pelatihan mampu menjangkau talenta yang berasal dari daerah terpencil.
Ditemukannya Toni Kroos yang tinggal di Greifswald, salah satu daerah terpencil Jerman, kemudian menjadi salah satu buah manis kebijakan ini.
Selain itu, pemain muda belum berkesempatan bermain di klub bisa menjalani latihan dengan mengandalkan materi kurikulum DFB; yang selalu diperbarui demi optimalisasi.
Bundesliga Jerman sebagai penyelenggara kompetisi level tinggi pun turun tangan. Sejak musim 2002/03, untuk bisa berkompetisi di level atas, semua klub diharuskan memiliki akademi pemain muda agar mereka memiliki jalan masa depan yang lebih jelas.
Untuk membina para pemain muda, tiap akademi klub mengadakan kerjasama dengan sekolah terdekat yang memiliki kelayakan. Pemain muda mendapatkan jadwal berlatih tanpa meninggalkan sekolahnya.
Volker Kersting, Direktur Akademi FSV Mainz 05, berpendapat bahwa sekolah adalah prioritas utama. Menurutnya, menjadi pemain pintar dengan kemampuan baik ialah kewajiban. Namun, kedewasaan yang terbentuk dari pendidikan akan menjadi kualitas krusial yang dapat membekali diri sendiri atas apa pun yang terjadi kelak.
Menarik untuk mengutip pengalaman Philipp Lahm, sebagai generasi pertama hasil pembaruan sistem pendidikan: “Semuanya dilakukan dengan sangat profesional. Saya ingat dulu pergi latihan bersama Bayern setiap Selasa dan Kamis sepulang sekolah pada pukul dua siang. Latihan, makan siang, lalu dilanjutkan 90 menit belajar lagi bersama guru, dan pergi latihan lagi. Saya juga harus mengerjakan tugas sekolah karena mereka rutin cek nilai.”