Tak Seperti Simon McMenemy, Akira Nishino Adalah Pelatih yang Naif
Nama Akira Nishino mulai dikenal pecinta sepak bola Indonesia saat ia menangani Jepang di Piala Dunia 2018 yang lalu. Pada saat itu, Akira Nishino sukses membawa Jepang bertahan hingga babak 16 besar Piala Dunia 2018 sekaligus tim tersukses untuk benua Asia.
Namun sejatinya, Akira Nishino seharusnya bisa membawa Jepang melaju lebih jauh lagi ke babak 8 besar andai ia menyingkirkan kenaifannya. Singkat cerita Jepang di babak 16 besar sempat unggul 2-0 atas Belgia dengan sisa waktu tinggal 38 menit.
Alih-alih mencoba untuk mengamankan skor pertandingan dengan bermain lebih bertahan, Akira Nishino justru meminta Jepang bermain menyerang habis-habisan guna mencari gol ketiga. Hal itu membuka kesempatan bagi Belgia.
Pelatih Belgia saat itu, Roberto Martinez menyadari bila bek Jepang tidak bisa menang duel udara, sehingga ia memilih memasukan Marouane Fellaini. Hasilnya Belgia dengan cepat sukses mengimbangi Jepang 2-2.
Lagi-lagi Akira Nishino keras kepala menolak untuk bermain bertahan demi sepak bola indah nan atraktif yang ia agungkan. Hingga akhirnya di menit terakhir, Jepang dihukum gol ketiga dari Belgia melalui proses serangan balik cepat.
Memang Jepang bermain begitu baik dan menghibur di bawah arahan Akira Nishino tapi di level turnamen seperti Piala Dunia, main cantik saja tidak cukup. Biasanya tim yang bermain dengan lebih cerdas atau pragmatis bakal lebih sukses.
Sosok Akira Nishino yang begitu naif tetap mempertahankan filosofi permainan itu sedikit bertolak belakang dengan pelatih Timnas Indonesia, Simon McMenemy.
Simon McMenemy Lebih Pragmatis
Meski tidak begitu mutlak, tapi Simon McMenemy merupakan sosok yang lebih pragmatis dibanding Akira Nishino.
Hal itu setidaknya bisa dilihat saat dirinya menangani Bhayangkara FC di 4 laga terakhir, di mana timnya hanya kebobolan 1 kali dengan mencetak 5 gol.
Selama dua musim menangani Bhayangkara FC juga di Liga 1, timnya selalu masuk dengan jajaran tim dengan pertahanan terbaik. Itu semua terjadi karena Simon lebih memilih main lebih pragmatis asal menang.
Jika tujuan dari kedua pelatih itu adalah Piala AFF 2020, jelas Simon McMenemy memiliki peluang karena di ajang yang levelnya turnamen, siapa yang mampu beradaptasi, dia yang menang.
Simon McMenemy yang pragmatis cenderung lebih adaptif dengan segala situasi dibanding Akira Nishino yang naif.