In-depth

Alessandro Nesta, Spesies Terakhir Bek Tengah Sempurna Milik Italia

Selasa, 23 Juli 2019 09:13 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Sportskeeda
Alessandro Nesta saat masih berseragam AC Milan. Copyright: © Sportskeeda
Alessandro Nesta saat masih berseragam AC Milan.

INDOSPORT.COM - Alessandro Nesta bisa dibilang menjadi generasi terakhir bek tengah murni dalam filosofi bertahan sepak bola Italia. 

Selama berdekade-dekade, pertahanan telah menjadi landasan bagi setiap era dominasi Italia dalam sepak bola. Mulai dari era 1930-an ketika Azzurri merengkuh juara dunia pertama kalinya hingga menembus final Euro 2012. 

Secara progresif, sepanjang masa itu segudang bek kelas atas datang silih berganti saling menyerahkan obor perjuangan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. 

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, di Italia muncul pilar-pilar seperti Giovanni Trappattoni, Tarcisio Burgnich dan mendiang Cesare Maldini. Bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada era keemasan Calcio di tahun 1980-an dan 90-an muncul pemain ikonik seperti Gaetano Scirea dan legenda Milan, Franco Baressi. 

Di bawah bimbingan Baresi, muncul sosok besar bernama Paolo Maldini yang kemudian mewarisi mahkota pertahanan Rossoneri dan Gli Azzurri. Datang setelah Maldini ada Fabio Cannavaro yang dominan dan membawa Italia pada trofi Piala Dunia keempatnya. 

Selepas era legenda yang tiada banding, ada satu sosok lagi sosok yang mampu menonjol menciptakan kisahnya sendiri. Sosok itu adalah Alessandro Nesta.

Kelahiran Bek Tengah Sempurna Italia

Alessandro Nesta dibesarkan dalam salah satu rivalitas paling ketat di sepak bola Eropa antara AS Roma dan Lazio. 

Pada tahun 1985, meskipun didekati oleh pencari bakat Roma, Francesco Rocca, Alessandro Nesta lebih memilih untuk membela panji biru langit dengan menandatangani kontrak saat masih berusia sembilan tahun. 

Sebagai pemain belia, Nesta diuji dalam berbagai peran, seperti dari striker ke gelandang. Namun. akhirnya ia menemukan panggilan hidupnya untuk lebih jauh dari gawang lawan alias menjadi bek Biancocelesti. 

Sebuah langkah yang ternyata didukung penuh oleh takdir. Alessandro Nesta menjalani debut pada 13 Maret 1994 saat melawan Udinese. Namun, baru pada musim kedua Nesta benar-benar berkembang menjadi ikon bek dunia. 

Di bawah bimbingan dan pengawasan Zdeněk Zeman selama musim 1995/96, Nesta mejadi pilar penting dalam strategi menyerang yang dibangun dari lini belakang khas milik pelatih Ceko tersebut.

“Saya tidak ingin lupa siapa yang meluncurkan saya ke dalam permainan. Zeman memainkan peran penting dalam karier saya, karena ia percaya pada kemampuan saya. Dia adalah seorang jenius yang (sering) disalahpahami.” ujarnya ketika itu. 

Memadukan kemampuan fisik, teknis, mental, serta kemampuan membaca permainan, ia pun didapuk menjadi kapten di bawah pelatih Sven-Goran Eriksson. Tiap musim, kemampuan Sandro, panggilan kecilnya, ditempa dengan sempurna di Olimpico.

Nesta secara singkat menjadi bek impian para pelatih dengan fisik kuat dan kecerdasannya dalam memerankan posisi.

© Forza Italian Football
Alessandro Nesta saat masih berseragam Lazio. Copyright: Forza Italian FootballAlessandro Nesta saat masih berseragam Lazio.

Kehebatan Nesta pun dibayar dengan sejumlah prestasi bergengsi di Lazio. Scudetto 1999/00, Coppa Italia 1997/98 dan 1999/00, serta Piala UEFA 1998/99 menjadi koleksi awal dalam kabinet trofi miliknya. 

Dua tahun setelah merengkuh scudetto pertamanya, krisis finansial menimpa Lazio. Kondisi ini memaksa presiden klub, Sergio Cragnotti,  untuk menjual pemain-pemain bintang miliknya. 

Alessandro Nesta pun menjadi salah satunya. Telah menjadi kapten dan lambang loyalitas klub, Nesta dengan berat hati meninggalkan Olimpico. 

AC Milan yang tengah kembali membangun tim menjadi klub beruntung yang bisa mendapatkan dirinya. Dengan dana transfer mencapai 30 juta euro (masuk kategori megatransfer kala itu), Silvio Berlusconi membawa Nesta ke AC Milan. 

Keputusan Nesta ternyata tepat karena di AC Milan ia mendapatkan statusnya sebagai salah satu bek terbaik yang pernah dimiliki Italia dan dunia sepak bola. 

Anggur Berkualitas Tinggi

Bersama kapten Paolo Maldini, pemenang Piala Dunia dua kali untuk Brasil, Cafu, Alessandro Costacurta, dan pelatih Carlo Ancelotti, Alessandro Nesta mampu memenangkan Coppa Italia dan Liga Champions keenam atas rival mereka Juventus secara menakjubkan di Old Trafford pada 2003. 

Setelah itu, Nesta melanjutkan kejayaan dengan meraih dua scudetto, memenangkan Liga Champions 2007 dan mencatatkan 224 penampilan. 

Meskipun serangkaian cedera mulai membatasi permainannya di lapangan, naluri dan pemahaman permainan membuatnya menua bagaikan anggur berkualitas tinggi. Nesta memainkan peran utama sampai hari-hari terakhirnya di Rossoneri.

© Sportskeeda.com
Cristiano Ronaldo saat dikawal ketat oleh Alessandro Nesta dan Gennaro Gattuso Copyright: Sportskeeda.comCristiano Ronaldo saat dikawal ketat oleh Alessandro Nesta dan Gennaro Gattuso

Di Timnas Italia, peraih penghargaan bek terbaik Serie A empat tahun beruntun ini juga menjadi anggota skuat yang memenangkan Piala Dunia 2006. Sayang, di turnamen itu ia tak bermain banyak lantaran terpapar cedera. 

Perpisahan Alessandro Nesta pada 2012 dari AC Milan adalah salah satu yang menyedihkan bagi suporter. Beberapa bulan kemudian, Nesta menuju ke Amerika Utara, bergabung dengan Montreal Impact di MLS di akhir usia 30-an di mana ia menghabiskan 18 bulan sebelum hijrah ke India bersama sesama pemenang Piala Dunia, Marco Materazzi.

2