INDOSPORT.COM - PSIM Yogyakarta dan Persis Solo adalah rival abadi di Liga 2 2019. Rivalitas kedua tim masih berlanjut dan meliputi banyak hal.
Berbicara Solo dan Jogja tentunya banyal hal yang bisa dikulik. Hubungan antara Solo dan Yogyakarta tak lepas dari letak geografis kedua kota ini.
Jarak antara Surakarta dan Yogyakarta melalui Jalan Raya Solo-Yogyakarta adalah sekitar 63 km. Klaten, menjadi penengah antara Solo dan Yogyakarta dari segi geografis.
Selain jarak yang dekat, Yogyakarta dan Surakarta kedekatannya tak bisa dilepaskan dari sejarah Kerajaan Mataram.
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 memecah Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, yang akhirnya menjadi Jogja dan Solo.
Itulah sebabnya banyak kemiripan yang ditemui di Solo dan Yogyakarta karena pada dasarnya dua kota ini merupakan saudara dari satu orang tua, yaitu Kerajaan Mataram.
Hubungan antara Solo dan Yogyakarta terus berlanjut hingga kini dan merambah aspek lain seperti sepak bola. Baik Solo maupun Jogja sama-sama memiliki wakil yang kembali bersaing di Liga 2 2019.
Persis Solo mewakili Surakarta dan PSIM mewakili Yogyakarta dua tim ini kembali tergabung di dalam satu grup pada Liga 2 2019.
Terakhir kali PSIM Yogyakarta dan Persis Solo tergabung dalam satu grup adalah pada Divisi Utama Liga Indonesia 2013.
Kini, Derby Mataram antara Persis Solo vs PSIM Yogyakarta akan kembali tersaji di Liga 2 2019.
Rivalitas Prestasi
Selain tak bisa dilepaskan dari sejarah Kerajaan Mataram, rivalitas Persis Solo dan PSIM Yogyakarta sebenarnya sudah dimulai sejak era Perserikatan.
Pada era Perserikatan, Persis Solo dan PSIM Yogyakarta sudah berdiri. PSIM Yogyakarta sebelumnya bernama Perserikatan Sepak Raga Mataram (PSM) saat berdiri pada 5 September 1929.
Kemudian berubah menjadi Perserikatan Sepak Bola Indonesia Mataram (PSIM) pada 27 Juli 1930. Sedangkan Persis Solo awalnya bernama Vorstenlandsche Voetbal Bond (VVB) saat berdiri pada 8 November 1923.
Pada tahun 1928, VVB kemudian berubah nama menjadi Persatuan Sepak Bola Indonesia Solo (Persis) dan bertahan hingga saat ini.
PSIM dan Persis sendiri adalah dua dari 8 klub pendiri PSSI pada tahun 1930 dan sudah bersaing sejak kompetisi Perserikatan pertama kali dimulai pada tahun 1931.
Pada Perserikatan 1931, PSIM Yogyakarta menjadi runner up, sedangkan juaranya diraih oleh VIJ (Persija Jakarta). Setahun kemudian keadaan berbalik, PSIM Yogyakarta menjadi juara dan VIJ Jakarta menjadi runner up.
Sedangkan Persis Solo baru bisa meraih gelar juara pada tahun 1935 dan 1936. Pada tahun 1939 rivalitas antara PSIM Yogyakarta vs Persis Solo kian nyata.
Persis Solo menjadi juara Perserikatan 1939 sedangkan PSIM Yogyakarta menjadi runner up. Hal yang sama terjadi pada tahun 1940, Persis Solo menjadi juara dan PSIM Yogyakarta menjadi runner up.
Kemudian pada tahun 1943 dan 1948, rivalitas kedua tim terus berlanjut. Masih dengan Persis Solo sebagai juara, dan PSIM Yogyakarta sebagai runner up.
Namun setelah itu, rivalitas soal prestasi antara Persis Solo vs PSIM Yogyakarta mulai meredup karena dua tim ini kesulitan bersaing di kasta tertinggi.
Rivalitas Suporter
Rivalitas antara PSIM dan Persis juga tak bisa dilepaskan dengan rivalitas antara suporter kedua tim, terutama Brajamusti dan Pasoepati.
Meski sudah jarang bertemu di kompetisi sepak bola Liga Indonesia, gesekan antara kedua suporter masih terjadi. Bahkan tak jarang, nyawa melayang akibat rivalitas ini.
Tetapi, saat Persis Solo dan PSIM Yogyakarta diumumkan berada di satu grup pada Liga 2 2019, kedua kelompok suporter sudah saling sapa dengan damai di media sosial.
Semoga ini menjadi cikal bakal perdamaian antara kedua kelompok suporter ini.
Rivalitas Stadion
Setelah kembali berada dalam satu grup di Liga 2 2019, Persis Solo dan PSIM Yogyakarta masih punya satu kesamaan lagi, yaitu stadion.
Stadion Mandala Krida kandang PSIM Yogyakarta, dan Stadion Manahan kandang Persis Solo sama-sama belum bisa digunakan karena masih dalam tahap renovasi.
Untuk sementara PSIM Yogyakarta berkandang di Stadion Sultan Agung, Bantul. Sedangkan Persis Solo bermain di Stadion Wilis, Madiun.
Rivalitas antara kedua tim ini juga merambah soal adu megah stadion kandang. Seperti sudah diketahui, Stadion Mandala Krida sudah direnovasi sejak tahun 2013 dan kini semakin megah dengan atap.
Stadion berkapasitas 25.000 penonton ini semakin megah dengan dominasi warna merah dan biru di tribun, lapangan dengan rumput yang menggunakan pengairan modern, dan sudah bisa digunakan pada bulan Agustus mendatang.
Di sisi lain, Stadion Manahan Solo yang sebelum direnovasi pun sudah memenuhi standar AFC, kini juga sudah terlihat semakin megah.
Kursi single seat berwarna merah, kuning, dan biru tersebar indah di sekeliling tribun. Selain itu, atap stadion kini meliputi seluruh area tribun.
Stadion Manahan juga kini dilengkapi dengan fasilitas seperti jacuzzi dan tak lupa bagian luar stadion juga dilengkapi dengan hiasan bermotif batik.