INDOSPORT.COM - Sejauh ini ada tiga pemilik klub Liga Indonesia yang ternyata pernah berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan senasib dengan eks pebulutangkis Taufik Hidayat.
Pasalnya saat ini Taufik Hidayat tengah dipanggil KPK untuk dimintai keterangan dalam pengembangan perkara di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Pemanggilan tersebut disampaikan langsung oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta seperti dilansir laman Antara, Kamis (01/08/19) siang.
"Pengembangan dari perkara sebelumnya yang telah diproses persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," ujar Febri.
Kemenpora tengah dalam sorotan setelah terbongkarnya kasus suap terkait dana hibah yang melibatkan dua petinggi KONI dan sejumlah pejabat di lingkungan kementerian yang dipimpin Imam Nahrawi.
Taufik Hidayat merupakan mantan atlet bulutangkis yang melanjutkan kariernya sebagai Staf Khusus Bidang Komunikasi dan Kemitraan Kemenpora.
Meski begitu ternyata apa yang dialami oleh Taufik Hidayat pernah juga dirasakan oleh beberapa pemilik klub yang ada di Liga Indonesia kala berurusan dengan KPK.
Permasalahan yang dialami oleh para pemilik klub Liga Indonesia dengan KPK bisa saja mempengaruhi performa tim kala bertarung dalam kompetisi.
1. 757 Kepri Jaya (Liga 3)
Pemilik klub Liga 3 757 Kepri Jaya, yang juga menjadi Gubernur Kepulauan Riau, H. Nurdin Basirun pernah berurusan dengan KPK.
Nurdin Basirun terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Dia termasuk dalam enam orang yang diciduk di Kepri.
"Iya, ada kegiatan tim penindakan di Kepri. Ada unsur kepala daerah (setempat)," papar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta dinukil Antara, Rabu (10/07/19).
Pemilik 757 Kepri Jaya itu dijerat KPK atas kasus dugaan suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di pulau-pulau kecil Kepri.
Kendati demikian, Media Officer 757 Kepri Jaya Chris Triwinasis menjelaskan kalau penangkapan tersebut tak begitu berpengaruh pada tim.
"Belum bisa berkomentar. Yang jelas kami sedang berupaya maksimal agar 757 Kepri Jaya bisa tampil prima di Liga 3 2019," ujar Chris kepada wartawan, Jumat (19/07/19).
Hingga saat ini Nurdin Basirun masih ditahan. Bahkan KPK menambah masa penahanan Gubernur Kepri dan pemilik 757 Kepri Jaya itu.
2. Cilegon United (Liga 2)
Lalu mantan Ketua Umum Cilegon United Tubagus Imam Ariyadi juga pernah berurusan dengan KPK pada 2017 lalu. Imam Ariyadi kena OTT yang KPK lakukan.
KPK pun mengamankan uang sejumlah ratusan juta rupiah sebagai barang bukti. Hal ini pun mencoreng klub Cilegon United yang tengah berkiprah di Liga 2.
KPK menilai ada modus baru dalam kasus dugaan suap pemalsuan rekomendasi Amdal sebagai persyaratan pembangunan supermarket.
Aliran dana mencurigakan itu pun mengalir ke klub Liga 2 Cilegon United. Bahkan CEO Yudhi Apriyanto dan bendahara Wahyu Ida Utama diamankan KPK.
Yudhi mengaku kalau uang yang diduga suap untuk Wali Kota Cilegon nonaktif Tubagus Imam Ariyadi kerap digunakan untuk kepentingan klub yang dipimpinnnya.
"Dana itu kami pakai untuk sponsorship Cilegon United," ujar Yudhi kepada wartawan, Selasa (24/10/17) silam.
Pada Juni 2018, Tubagus Imam Ariyadi divonis 6 tahun penjara oleh hakim usai terbukti menerima suap hingga Rp1,5 miliar.
3. Arema FC (Liga 1)
Mantan CEO Arema FC, yang kini menjadi Plt Ketum PSSI, Iwan Budianto juga pernah berurusan dengan KPK. Iwan tak sendiri, pada 2017 lalu, pembina Arema Agoes Soerjanto dan Panpel Arema FC Abdul Haris.
Mereka semua dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi terhadap Wali Kota Batu Eddy Rumpoko yang terbukti menerima suap pengadaan barang dan jasa senilai ratusan juta rupiah.
Iwan diperiksa sebagai saksi dalam kapasitasnya selaku Direktur Utama Hotel Ijen Suites untuk kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Batu tahun anggaran 2017.
"Ditanya apakah saya mengenal Pak Eddy, apakah saya punya hubungan kekerabatan atau tidak? Soal itu saja," ujar Iwan Budianto kepada wartawan, Oktober 2017 lalu.
Iwan juga menambahkan kalau kedekatannya dengan Eddy itu jauh sebelum menjadi wali kota, tepatnya pada 1997 silam. Pasalny Eddy merupakan pengusaha yang cukup besar kala itu.
Meski begitu, pada Februari 2019, Mahkamah Agung memperberat vonis mantan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko menjadi 5,5 tahun penjara usai terbukti menerima suap ratusan juta.