In-depth

Rasisme di Sepak Bola, Sulit Dilenyapkan Hanya Sebagai Slogan

Selasa, 20 Agustus 2019 15:44 WIB
Editor: Juni Adi
 Copyright:

INDOSPORT.COM - Tindakan rasisme di dunia sepak bola rupanya masih jadi pekerjaan rumah untuk federasi sepak bola dunia, FIFA dalam memberantasnya. 

Rasis atau rasisme tengah menjadi permasalahan yang memanas di Indonesia saat ini, buntut dari penangkapan 43 mahasiswa asal Papua di Jalan Kalasan, Surabaya pada Jumat (16/08/19) lalu.

Mereka dituduh merusak bendera merah putih, yang terpasang di depan asrama dan dibuang ke selokan. Mengetahui kabar tersebut, aparat gabungan Polri dan TNI langsung datang ke lokasi.

Mereka melakukan pengepungan asrama, mulai dari Jumat sore lantaran para mahasiswa memilih bertahan semalaman tanpa makan dan minum karena enggan menyerahkan diri. 

Namun pada akhirnya, aparat melakukan tindakan tegas dengan merangsek ke dalam asrama pada Sabtu (17/08/19) sore, sambil beberapa kali melontarkan tembakan gas air mata ke dalam asrama.

Tak lama kemudian, para mahasiswa menyerahkan diri dan langsung digelandang ke Polrestabes Surabaya. Sayangnya, dalam proses penangkapan dan pengepungan terjadi insiden kurang mengenakan.

Sebanyak 43 mahasiswa asal Papua tersebut menerima perlakuan rasis saat proses penangkapan oleh para pengepung termasuk aparat, dengan meneriaki ujaran kebencian dan menyebut sejumlah jenis binatang.

Dari hasil pemeriksaan, Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Sandi Nugroho mengatakan seluruh mahasiswa Papua mengaku tidak tahu menahu mengenai pengerusakan bendera itu, dan akhirnya para mahasiswa dilepaskan pada Minggu (18/08/19) malam.

Tak terima dengan peristiwa penangkapan dan tindakan rasis, masyarakat Papua di sejumlah daerah mulai dari Manokwari hingga Jayapura, langsung melakukan unjuk rasa menentang perlakuan rasis terhadap RAS mereka.

Rasisme Juga Ada di Sepak Bola

Tindakan rasisme tak hanya dialami dalam kehidupan bermasyarakat. Aksi kurang terpuji ini bahkan sudah menjalar hingga ke dunia olahraga yang katanya menyatukan seluruh elemen dan alat pemersatu bangsa, yaitu sepak bola.

Sejumlah pemain sepak bola berkulit hitam khususnya yang berkarier di Eropa sering mengalaminya. Yang terbaru, adalah winger Zenit St Petersburg, Malcom.

Dalam debut bersama klub barunya itu, mantan pemain Barcelona ini langsung mendapat perlakuan rasis saat tampil melawan Krasnodar di pekan perdana liga utama Rusia, Sabtu (03/08/19) lalu.

Menariknya, aksi rasis itu dilakukan oleh pendukung Zenit sendiri, dengan membentangkan spanduk penolakan pemain berkulit hitam di pinggir lapangan Stadion Gazprom.

"Mari kita jaga tradisi kita, jangan mendatangkan pemain berkulit hitam."

Dari kejadian itu, manajemen Zenit lantas mulai berpikir untuk menjual Malcom pada bursa transfer musim dingin 2020 nanti menurut laporan dari Sport.ru.

Tindakan rasis terhadap pemain sepak bola berkulit hitam bukan hanya terjadi di Rusia saja. Beberapa liga top Eropa lain seperti Liga Primer Inggris, Serie A Italia dan beberapa liga top lainnya.

Di sepak bola Inggris akhir 2018 lalu, beruntun terjadi ejekan rasis yang dilakukan oleh suporter. Diantara kasusnya adalah suporter Tottenham Hotspur mengejek striker Arsenal, Pierre-Emerick Aubameyang saat kedua tim bertemu.

Dan teriakan "monyet" penggemar Chelsea terhadap penyerang sayap Manchester City, Raheem Sterling. Lembaga Survei Kick it Out yang berfokus untuk memberantas rasisme di sepak bola dari Inggris mencatat ada 11 persen kenaikan diskriminasi berbau rasialis di sepak bola Inggris dibandingkan musim 2017/18 .

Di Italia, gelandang Juventus, Blaise Matuidi mengeluhkan perlakuan suporter tuan rumah Cagliari yang melontarkan suara seperti monyet, saat dirinya mendapat bola ketika kedua tim bertemu pada awal Januari 2018 lalu.

Kemudian bek Napoli, Kalidou Koulibaly. Pemain asal Senegal itu dua kali merasakan pahitnya tindakan rasis di Italia musim lalu. Pertama dari suporter Atalanta, dan kedua dari suporter Inter Milan di laga Boxing Day Serie A, pasca natal tahun lalu.

© Getty Images
Bek Napoli, Kalidou Koulibaly Copyright: Getty ImagesBek Napoli, Kalidou Koulibaly

Tak hanya di Benua Biru, perlakuan rasis juga terjadi di sepak bola Asia khususnya di Liga Super China.  Adalah mantan striker Chelsea dan Newcatle United, Demba Ba yang menjadi korbannya.

Kejadian itu dialami Ba saat dirinya memperkuat klubnya, Shanghai Shenhua kontra Changcun Yatai pada laga lanjutan Liga Super China pada 04 Agustus 2018 lalu.

Awalnya laga berlangsung normal, namun pada menit ke-77 wasit harus menghentikan pertandingan lantaran eks Chelsea itu terlibat adu mulut dengan salah satu pemain Yatai, Zhang Li.

Demba Ba menuduh Zhang telah mengoloknya dengan kata-kata 'you black' berulang kali. Tak terima dengan tindakan tersebut, ia langsung marah dan nyaris terlibat kontak fisik.

© Daily Mail
Demba Ba marah karena mendapat perlakuan rasis. Copyright: Daily MailDemba Ba marah karena mendapat perlakuan rasis.

"Liga Super Cina memiliki pemain dengan banyak warna kulit yang berbeda. Kami harus menghormati lawan kami dan seharusnya tidak ada diskriminasi," kata pelatih Shenhua, Wu Jingui kala itu dikutip dari Daily Mail.

"Saya tidak bisa tenang sekarang. Saya merasa sangat menyesal tentang kurangnya rasa hormat kepada seorang pemain," tambahnya.

Sulit Dihilangkan Meski Kerap Dikampanyekan

Tindakan rasisme khususnya di dunia sepak bola rupanya masih jadi pekerjaan rumah untuk federasi sepak bola dunia, FIFA dalam memberantasnya. 

Padahal, otoritas sepak bola tertinggi tersebut bersama seluruh federasi yang menjadi anggotanya acap kali mengkampanyekan untuk menghilangkan tindakan rasis dalam bentuk spanduk bertuliskan "Say No To Racism" sebelum pertandingan.

Tak hanya itu, di Eropa bahkan ban kapten yang melingkar di lengan kiri seorang pemain juga bertuliskan Say No To Racism. 

Di sepak bola Indonesia sendiri, akibat insiden rasisme yang tengah memanas ini, sejumlah klub Liga 1 2019 ikut berperang melawan rasis, dengan memberi dukungan kepada seluruh pemain yang berasal dari Papua., salah satunya adalah Madura United.

"Kita semua bersaudara, kita semua Indonesia," tulis tim berjuluk Laskar Sapeh Kerap di akun Instagram resmi mereka.

Namun, dengan terus berulangnya kejadian-kejadian rasis di sepak bola di setiap musimnya diberbagai liga, serta tidak adanya tindakan tegas dari federasi serta FIFA, maka kampanye "Say No To Racism" hanyalah sebuah selogan semata. Mau sampai kapan?