INDOSPORT.COM - Setiap profesi yang ada di dunia ini pasti memiliki resikonya masing-masing. Begitu pula bagi yang memutuskan untuk menjadi seorang atlet, ketidakjelasan akan masa depan harus siap-siap menghantui.
Lihat saja keterangan yang disampaikan dua mantan atlet Indonesia, Sujana dan Alvent Yulianto Chandra. Meski dulu berkarier di cabang olahraga berbeda, Suja di sepak bola dan Alvent menekuni bulutangkis, keduanya sepakat bila masa depan profesi atlet itu banyak yang masih abu-abu.
Sujana dahulu cukup beruntung sempat mendapat tawaran untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) semasa masih bermain di Persib Bandung.
Namun Sujana menekankan bahwa kini kesempatan sepertinya sudah sulit untuk didapatkan lagi, sehingga para pesepak bola harus mulai mempersiapkan masa pensiunnya dengan manajemen keuangan yang baik.
"Bagi yang gajinya besar di sepak bola, harus bisa kembali ke individunya, harus bisa nyimpen untuk masa depannya, kira-kira kalau udah berhenti mau apa, buka bisnis apa," ujar Sujana.
"Kebanyakan di sepak bola suka lupa, pengelolaan keuangannya penting. Ketika masa jaya mendapat uangnya enak, dapat bonus, dapat gaji, tetap harus punya target, perkiraan saya akan berapa tahun di bola," lanjutnya.
Sementara Alvent, menjelaskan bahwa kini kondisi atlet bulutangkis di Indonesia sudah mulai membaik. Ada beberapa pebulutangkis yang mendapat jatah diangkat menjadi PNS.
Namun, Alvent masih melihat kesempatan itu belum dibagikan secara merata. Alvent pun tetap mengingatkan agar para pebulutangkis bisa mempersiapkan masa pensiun dengan membuka bisnis, menabung, ataupun investasi.
"Tidak ada jaminan setelah pensiun, jaminan harus kita sendiri yang mengusahakan, tidak ada bantuan dari manapun, kita harus belajar sendiri mau jadi apa, mesti cari sendiri, dan itu tantangan banget," tutur Alvent.
"Tawaran jadi PNS dulu tidak ada, mungkin baru sekarang," imbuhnya.
Ketidakjelasan akan masa depan, mungkin yang membuat seorang pemain sepak bola, Wahyu Wijiastanto, pensiun dini dari kariernya. Ia memilih meninggalkan sepak bola demi lebih serius di ranah bisnis.
Kala PSSI dibekukan FIFA pada 2015 lalu, Wahyu merasa bingung dengan masa depannya. Sepak bola Indonesia tak memiliki kompetisi, dan nasib Wahyu menjadi lontang-lantung.
Wahyu pun enggan menyerah dengan keadaan. Ia lantas mencoba membuka bisnis di bidang peternakan ikan dan burung sebagai aktivitas serta sumber penunjang hidup sementara.
"Dulu sih sebenarnya spekulasi, kemarin ketika PSSI kena sanksi kebetulan beralih ke bisnis. Pertama cuma nyoba-nyoba ternak ikan satu kolam, dua kolam. Beli burung nyoba sepasang bisa untung," ungkap Wahyu.
Wahyu seakan ketagihan menekuni spekulasinya terjun ke ranah bisnis. Bahkan ketika PSSI sudah aktif lagi dan kompetisi profesional berjalan kembali, Wahyu justru tetap fokus mengembangkan bisnisnya.
Padahal, Wahyu bukanlah pemain sembarangan. Sebelum PSSI dibekukan FIFA saja, Wahyu adalah bek tengah andalan Timnas Indonesia.
Akan tetapi, uang dari hasil bisnis ternak ikan dan burung yang dijalankannya cukup menjanjikan. Apalagi, Wahyu menyadari bahwa dirinya tak mungkin terus bisa mengandalkan sepak bola sebagai penunjang hidup.
"Sebenarnya masih enak main bola, cuma ya hasilnya ternak burung dan ternak ikan menjanjikan, apalagi umur saya juga sudah makin menua, jadinya sudahlah tidak ambil pusing juga, fokus ke usaha," ucap Wahyu.
Perkembangan Bisnis Wahyu Wijiastanto
Seiring berjalannya waktu, bisnis ternak ikan dan burung milik Wahyu terus berkembang. Khususnya untuk sektor ternak ikan, kemajuannya terbilang cukup pesat.
Saat ini Wahyu total sudah memiliki 11 kolam ikan. Omset bisnis ternak ikannya tersebut berkisar di angka 22 juta per bulan.
Ikan yang diternak juga beragam jenis, ada ikan lele, bawal, dan mujair. Soal sistem distribusi, Wahyu mengaku memanfaatkan kecanggihan media sosial.
"Di sini ada komunitasnya gitu, begitu panen saya posting ke media sosial, ada berapa kolam mereka datang, ada yang dari Purwodadi, Sragen, pengepul-pengepul orang mana pasti datang ke sini," tutur Wahyu.
"Biasanya aku jual ke orang 19 ribu satu kilo, tapi aku jual ke pengepul 16 ribu, kan banyak satu ton lebih," lanjutnya.
Berkat usaha ternak ikan, Wahyu mampu pula menciptakan lapangan pekerjaan. Buktinya kini Wahyu sudah memiliki dua karyawan yang mengurusi ternak ikan.
Tak hanya itu, Wahyu turut mengembangkan potensi masyarakat sekitar. Ia bekerjasama dengan peternak ayam setempat sebagai sumber makanan bagi ikan-ikan di kolamnya.
"Deket kolam ada peternakan ayam, jadi ayam yang mati daripada dibuang saya suruh datang ke kolam untuk jadi makanan ikan, nanti saya bayar uang rokok, uang apa. Ayamnya aku bakar, aku masukin kolam," jelasnya.
Sementara untuk ternak burung, Wahyu mengaku belakangan sedang mengalami penurunan. Hal ini tak lepas dari mulai berkurangnya minat publik terhadap jenis burung lovebird.
Wahyu pun kini lebih berfokus mengembangkan jenis burung Murai Batu. Ia memelihara burung Murai Batu Medan yang anakannya bisa dijual Rp1,5 juta hingga Rp2 juta.
"Kalau burung tidak bisa dipastikan. Ternaknya tergantung cuaca, kadang bertelur juga tidak jadi. Tapi kalau kemarin lovebird lagi rame-ramenya penjualan burung bisa tetap dijaga, harga burung juga sekarang naik turun sih. Tapi alhamdulilah Murai Batu ini stabil harganya," terangnya.
Sebenarnya tak mudah bagi Wahyu untuk langsung meninggalkan sepak bola demi berbisnis. Sempat ada perdebatan yang muncul dari pihak keluarganya.
Pertimbangan takut merugi sempat menghantui pikiran Wahyu. Apalagi gajinya di sepak bola sebelum memutuskan pensiun bisa mencapai Rp50 juta lebih per bulan.
"Dulu gajinya pas di Semen Padang Rp56 juta per bulan. Kita mikirnya juga lama, sebenarnya ada perdebatan dari keluarga, saya biasanya kerja di pemain bola profesional, ini gimana bisa tidak ke bisnis, ada banyak pertimbangan," ujarnya.
Kerinduan akan Sepak Bola
Wahyu juga mengaku masih merindukan sepak bola. Pada 2017 lalu saja, Wahyu sempat berkarier lagi dengan membela Persip Pekalongan di Liga 2.
Selepas meninggalkan Persip, Wahyu belum memiliki klub baru lagi hingga kini. Bukannya sudah tidak laku, tawaran tetap ada, tapi Wahyu lebih merasa kondisi fisiknya kini sedang kurang mumpuni untuk kancah profesional.
"Standar denhan tinggi saya 193 cm, saya mau bikin ke 85-86 kg, sekarang beratnya sudah 91 kg," ungkap Wahyu.
"Saya tidak mau malu-maluin juga, kemarin sempat Timnas Indonesia juga, kalau cuma masalah uang dalam kondisi yang seperti ini diajak saya tidak mau, bikin malu nanti," tambahnya.
Wahyu pun tengah berusaha mengembalikan bentuk tubuh idealnya lagi dengan berkecimpung di jagat sepak bola Tarkam (Antar Kampung). Ia juga menggenjot porsi latihan fisik dengan pergi ke tempat gym dan jogging.
Masih berusia 33 tahun, Wahyu lantas memasang target musim depan akan kembali merumput. Keriundannya terhadap sepak bola sudah tak tertahankan lagi.
"Tarkam ke sana kemari, latihan juga, mengembalikan fisik juga, insyaallah kalau ada rejeki tahun depan main bola lagi," tegasnya.
Begitulah kurang lebih kisah yang dialami Wahyu. Berawal dari bencana besar PSSI serta spekulasi, Wahyu mampu mengubah jalan hidupnya, dari seorang palang pintu tangguh Timnas Indonesia, menjadi seorang pebisnis ternak ikan dan burung.