INDOSPORT.COM – Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI dikabarkan bakal memberhentikan tugas Helmy Yahya sebagai direktur utama.
Kabar itu menyebar di beberapa akun media sosial mengenai beberapa masalah yang membuat Helmy Yahya tersingkir dari jabatannya.
Salah satu kesalahannya adalah dirinya tak bisa menjelaskan atau menjawab pembelian program berbiaya besar, seperti Liga Inggris.
Seperti yang diketahui, TVRI menjadi televisi nasional yang berani menyiarkan beberapa pertandingan Liga Inggris musim 2019/20.
Namun sayangnya, menyiarkan Liga Inggris musim ini menjadi malapetaka bagi Helmy Yahya. Posisinya pun kemungkinan besar terancam karena hal ini.
Dewan Pengawas (Dewas) TVRI resmi memberhentikan atau memecat Helmy Yahya sebagai Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) periode 2017-2022.
Dalam surat resmi No. 8/Dewas/TVRI/2020, yang ditandatangani Ketua Dewas TVRI, Hidayat Thamrin, di Jakarta, Kamis (16/1/20).
Dewas TVRI menyebut bahwa surat pembelaan Helmy tertanggal 17 Desember 2019, tidak bisa diterima.
"Saudara tidak menjawab atau memberi penjelasan mengenai pembelian program siaran berbiaya besar antara lain Liga Inggris dari pelaksanaan tertib administrasi anggaran TVRI," begitu bunyi poin pertama yang tertuang dalam surat pemberitahuan pemberhentian Hemly Yahya sebagai Direktur Utama TVRI.
Hak siar Liga Inggris memang diketahui sangat mahal, sehingga tak ada TV nasional yang berani membayar biaya tersebut.
Media besar seperti Sky Sport dan BT Sport saja harus merogoh sakunya sebanyak 4,4 miliar Poundsterling atau setara dengan Rp85 triliun.
Sedangkan menurut laporan Stadiumastro.com, setiap TV yang ingin menyiarkan pertandingan Liga Inggris harus membayar 9,2 miliar pounds atau sekitar Rp171 triliun.
Biaya itu tentunya sangat besar, yang akhirnya mungkin membuat pengeluaran keuangan TVRI menjadi tidak stabil.
Selain masalah ketidakmampuan Helmy Yahya dalam menjawab pembelian program Liga Inggris, ada pula poin-poin yang membuat lengser dari jabatannya.
1. Terdapat ketidaksesuaian re-branding TVRI dengan rencana kerja yang sudah ditetapkan. Selain itu, karena produksi siaran tidak mencapai target akibat anggarannya tidak tersedia.
2. Beberapa dokumen menyatakan sebaliknya dari jawaban terhadap penilaian pokok surat pemberitahuan rencana pemberhentian (SPRP) antara lain mutasi pejabat struktural yang tidak sesuai norma dan standar manajemen ASN.
3. Penunjukkan kuis Siapa Berani melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
4. Premis-premis yang diajukan Helmy tidak bisa meyakinkan Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI.