INDOSPORT.COM - Helmy Yahya dan Seto Nurdiyantoro belakangan menarik perhatian publik sepak bola Indonesia. Kedua figur ini kurang lebih memiliki kisah serupa.
Dalam dua hari terakhir, berita pencopotan mewarnai sepak bola nasional dalam genre berbeda, namun dengan kadar kehebohan yang hampir serupa.
Pertama terjadi di sepak bola lokal, Liga 1. Pelatih PSS Sleman musim lalu, Seto Nurdiyantoro, secara mengejutkan tak lagi diperpanjang kontraknya dan secara tiba-tiba digantikan oleh Eduardo Perez.
Sebuah kenyataan pahit yang secara langsung tentu mengejutkan publik sepak bola nasional, khususnya suporter PSS Sleman.
Sebab seperti diketahui, Seto Nurdiyantoro adalah pelatih yang menjadi kesayangan Slemania, Brigata Curva Sud, maupun kelompok suporter PSS lainnya.
Di tangan Seto, klub berjuluk Super Elang Jawa mampu dibawanya terbang tinggi dari yang tadinya hanya bermain di Liga 2, akhirnya menjadi juara dan promosi ke Liga 1 2019.
Dengan materi pemain yang tak banyak dihuni bintang, Seto mampu memberikan prestasi yang cukup membanggakan buat PSS di Liga 1 2019. Mereka bisa mengakhiri kompetisi di papan tengah, tepatnya peringkat kedelapan klasemen.
Dengan prestasinya itu bahkan membuat nama Seto sempat digadang-gadang untuk menjadi pelatih Timnas Indonesia. Dan setelahnya disebut juga akan menjadi asisten pelatih Shin Tae-yong.
Segala raihan Seto Nurdiyantoro itu juga yang akhirnya membuat kabar penunjukan Eduardo Perez sebagai pelatih baru PSS Sleman, menjadi begitu mengejutkan. Bahkan tak sedikit memancing pergerakan suporter klub Yogyakarta Utara itu untuk melakukan protes.
Helmy Yahya
Sehari setelah kabar Seto Nurdiyantoro yang mengejutkan di Liga 1, nama Helmy Yahya datang menghebohkan penggemar sepak bola Liga Inggris di Tanah Air.
Jika Seto Nurdiyantoro dianggap berpretasi oleh publik suporter PSS Sleman. Dalam skala berbeda, Helmy Yahya juga dianggap mampu menghadirkan prestasi membawa sepak bola Liga Inggris ke televisi nasional hingga kini bisa dinikmati khalayak umum di Indonesia secara gratis.
'Prestasi' itu ditorehkan Helmy Yahya ketika dirinya dipercaya menjadi Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) periode 2017-2022.
Lewat surat resmi No. 8/Dewas/TVRI/2020, yang ditandatangani Ketua Dewas TVRI, Hidayat Thamrin, di Jakarta, Kamis (16/1/20), Pria berusia 57 tahun yang juga dikenal sebagai Raja Kuis itu akhirnya dipecat dari jabatan Direktur Utama.
Dalam salah satu poin pemecatannya, Helmy dianggap tak mampu bertanggung jawab atas pembelian hak siar program siaran langsung Liga Inggris di TVRI dalam periode kepimpinannya.
"Saudara (Helmy Yahya) tidak menjawab atau memberi penjelasan mengenai pembelian program siaran berbiaya besar antara lain Liga Inggris dari pelaksanaan tertib administrasi anggaran TVRI," bunyi poin pertama yang tertuang dalam surat pemberitahuan pemberhentian dirinya sebagai Direktur Utama TVRI.
Dari kasus Seto Nurdiyantoro dan Helmy Yahya pada akhirnya bisa dipetik pelajaran penting. Tak selamanya apa yang dianggap sebuah prestasi oleh sebagian atau banyak pihak bisa menjamin eksistensi seseorang pada posisi yang dipercayakan kepadanya.
Sebab, masih banyak penilaian lain yang bisa diambil dari berbagai sisi, apalagi melibatkan petinggi-petinggi suatu instansi dengan berbagai kepentingan di dalamnya.