INDOSPORT. COM - Timnas Indonesia mungkin bisa belajar dari Thailand tentang sistem ekspor pemain berkualitas ke luar negeri.
Sudah menjadi rahasia umum, jika Timnas Indonesia kerap mengirimkan pemain berkualitasnya berguru ke luar negeri. Terutama beberapa tahun belakangan, beberapa bakat potensial Tanah Air mengorbit di pentas sepak bola Eropa.
Paling sensasional ada nama Egy Maulana Vikri. Winger yang mengandalkan kekuatan kaki kiri itu, sejak 2018 lalu bergabung bersama klub kasta tertinggi Liga Polandia, Lechia Gdansk.
Selain Egy, ada nama Witan Sulaeman yang baru-baru ini juga berhasil menembus Eropa. Terhitung per tanggal 10 Februari 2020, Witan resmi merapat ke klub kasta tertinggi Liga Serbia, Radnik Surdulica.
Kebijakan ekspor pemain yang dilakukan Timnas Indonesia memang terlihat begitu mentereng. Maklum saja, pentas sepak bola Eropa kerap dianggap sebagai kiblatnya sepak bola dunia, yang mana diisi oleh banyak sekali bintang-bintang top.
Namun, kalau mau ditelaah secara mendalam, sebenarnya kebijakan ekspor pemain tak harus melulu ke Eropa. Ada belahan dunia lainnya yang layak dicoba dan tak kalah efektif untuk meningkatkan kualitas pemain.
Thailand, negara yang terkenal sebagai raksasa sepak bola Asia Tenggara, tidak memilih Eropa untuk destinasi ekspor pemain. Entah memang diatur oleh pihak federasi, atau cuma kebetulan semata, beberapa pemain hebat Thailand secara rombongan memilih berkarier di Liga Jepang.
Musim 2020, setidaknya ada lima pemain top Thailand yang menghiasi Liga Jepang, yaitu Chanatip Songkrasin, Theerathon Bunmathan, Teerasil Dangda, Kawin Thamsatchanan, dan Tawan Khotsupho. Tiga di antaranya, kecuali Kawin dan Tawan, sudah langsung tampil di laga pekan pertama Liga Jepang atau J1 League.
Kiprah Pemain Ekspor Thailand
Chanathip Songkrasin tampil 90 menit saat membela klubnya, Hokkaido Consadole Sapporo, berlaga kontra Kashiwa Reysol, 22 Februari 2020 lalu. Meski di akhir laga harus menelan kekalahan, peran Chanathip dalam laga itu tetap gemilang lantaran mampu menghasilkan dua assists.
Sosok Chanatip sendiri sedari tahun 2017 lalu menghiasi Liga Jepang dan begitu setia membela Hokkaido Consadole Sapporo. Selama itu, Chanatip total telah bermain 80 laga dan mencetak 13 gol serta 13 assists untuk klubnya.
Beralih ke Teerasil Dangda, musim 2019/20 jadi debutnya mentas di Liga Jepang. Ia pun langsung tampil dalam laga pekan pertama Liga Jepang untuk klubnya, Shimizu S-Pulse.
Main 90 menit, Teerasil diandalkan Shimizu S-Pulse di lini depan dan mampu menghasilkan satu gol. Sayangnya, gol Teerasil tak mampu menghindarkan Shimizu S-Pulse dari kekalahan 1-3 dari sang lawan, FC Tokyo.
Terakhir, Theerathon Bunmathan, juga langsung tampil di laga pekan pertama Liga Jepang bersama klubnya, Yokohama F. Marinos. Ia tampil 70 menit mengisi posisi bek kiri dan menelan kekalahan 1-2 dari klub lawan, Gamba Osaka.
Sosok Theerathon tercatat menghiasi Liga Jepang sedari tahun 2018. Musim perdana ia membela Vissel Kobe, dengan catatan 28 penampilan di Liga Jepang.
Musim berikutnya, Theerathon hijrah ke Yokohama Marinos. Pada musim keduanya, Theerathon mampu mencatatkan 25 laga Liga Jepang dan mempersembahkan tiga gol untuk klub barunya.
Peran di Timnas Thailand
Chanatip Songkrasin, Theerathon Bunmathan, dan Teerasil Dangda telah tampil bersama timnya masing-masing dalam laga pekan pertama Liga Jepang. Jika terus tampil konsisten, mungkin ketiganya akan bisa mendapatkan menit bermain reguler dan bahkan menjadi bintang di Negeri Sakura.
Mentas di Liga Jepang pun rasanya sama sekali tak akan mengganggu peran Chanatip Songkrasin, Theerathon Bunmathan, dan Teerasil Dangda untuk tampil membela negaranya sendiri. Maklum saja, Liga Jepang sama-sama berada di kawasan Asia, yang kurang lebih jadwal internasionalnya sama seperti Timnas Thailand.
Lihat saja Chanatip dan Theerathon pada ajang Piala Asia 2019 lalu. Keduanya sudah mentas di Liga Jepang, dan bisa tetap tampil membela Timnas Thailand. Peran keduanya bahkan sukses membawa Thailand melaju hingga babak 16 besar Piala Asia 2019, sesuatu yang biasanya sulit dilakukan oleh wakil-wakil Asia Tenggara.
Menariknya, Liga Jepang adalah salah satu kiblat sepak bola Asia. Keberadaan Chanatip Songkrasin, Theerathon Bunmathan, dan Teerasil Dangda, diyakini membuat Thailand kian bisa bersaing di level sepak bola Asia, dan bukan mustahil suatu saat nanti bisa lolos ke Piala Dunia.
Berbeda dengan Timnas Indonesia
Timnas Indonesia berbeda sekali dengan Thailand. Kebijakan ekspor pemain yang terlihat, Timnas Indonesia lebih banyak mengirimkan pemain ke Eropa.
Ada Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman yang seakan menjadi dua nama terdepan bakat muda Indonesia di Benua Biru. Keduanya mentas bersama dua tim berbeda, Egy bersama klub kasta tertinggi Liga Polandia, Lechia Gdansk, dan Witan bergabung dengan klub kasta tertinggi Liga Serbia, Radnik Surdulica.
Sungguh mentereng memang kiprah Egy yang sejak 2018 bisa menembus pentas sepak bola Eropa. Namun jika berkaca pada kenyataan, Egy hingga kini masih kesulitan mendapatkan menit bermain reguler.
Sepanjang berkostum Lechia, Egy baru empat kali tampil bersama tim utama. Sisanya, karier Egy lebih banyak dihabiskan di tim kedua Lechia.
Begitu pula Witan yang merapat ke Radnik sejak 10 Februari 2020. Setelah 16 hari bergabung, Witan belum jua mendapatkan kesempatan bermain.
Padahal, winger muda berusia 18 tahun itu perlu jam terbang lebih banyak untuk meningkatkan kualitasnya. Witan pun sepertinya harus banyak bersabar dan berjuang keras membuktikan diri hingga kesempatan bermain datang.
Selain dua nama tadi, masih ada sejumlah bakat Indonesia lainnya yang juga berlaga di Eropa. Sebut saja, Emir Eranoto di Liga Italia dan Jack Brown di Liga Inggris.
Meski banyak yang menembus level Eropa, prestasi untuk Timnas Indonesia masih tergolong minim. Egy sempat tak mendapat izin tampil di ajang Piala AFF U-22 2019 yang ternyata berakhir dengan raihan gelar juara Timnas Indonesia U-23.
Usai Timnas Indonesia U-23 juara, barulah Egy mendapatkan izin untuk berlaga di ajang Kualifikasi Piala Asia U-23 2020. Sayangnya, Egy gagal membawa Timnas Indonesia U-23 mendapatkan tiket lolos, dan malah tertahan di peringkat tiga Grup K.
Kalau Witan, belum bisa dinilai kontribusinya untuk Timnas Indonesia sejak berlaga di Eropa. Sedangkan Emir Eranoto yang membela klub kasta keenam Liga Italia, San Marco Juventina, belum sama sekali pernah mendapat kesempatan bersama Timnas Indonesia.
Begitu pula Jack Brown yang bermain untuk tim junior Liga Inggris, Lincoln City. Meski sudah beberapa kali dipanggil seleksi, Jack Brown selalu gagal lolos, dan banyak diterpa masalah jet lag.
Mungkin Timnas Indonesia mulai bisa belajar dan berkaca dari sistem ekspor pemain yang dilakukan Thailand. Toh, Liga Jepang memang merupakan salah satu kiblat sepak bola Asia, yang bisa diambil banyak pelajarannya oleh para bakat hebat Tanah Air.