INDOSPORT.COM - Suka tidak suka, mau tidak mau, akan ada sederet masalah yang mengintai sebagai buntut kebijakan pemotongan gaji pemain klub Eropa di masa krisis virus corona.
Situasi COVID-19 makin tak terkendali di dunia. Setelah China mulai pulih, kini giliran ratusan negara lain dalam krisis. Sepak bola pun jadi satu dari sekian banyak sektor yang turut jadi korban.
Eropa sebagai salah satu pusat pandemi saat ini benar-benar merasakan dampaknya. Hampir semua liga-liga di Eropa harus berhenti berkompetisi termasuk lima liga elite dunia.
Hampir semua klub-klub sepak bola setempat sedang terancam kerugian yang besar karena mandeknya kompetisi. Pemotongan gaji pemain pun jadi solusi.
Barcelona, Bayern Munchen, Borussia Dortmund, dan lusinan klub di liga top Eropa menerapkan kebijakan ini. Belakangan, klub-klub Liga Inggris juga menerapkannya.
Namun begitu, ternyata ada masalah besar yang mengintai dari kebijakan darurat ini. Apa saja itu?
1. Perginya Pemain Bintang
Suka tidak suka, mau tidak mau, akan ada pemain yang tidak suka dengan kebijakan ini. Jika Bayern bisa menekan persentase pemotongan gaji hanya 20 persen, tentu hal itu akan menciptakan iri bagi pemain-pemain Barcelona yang gajinya dipotong 72 persen.
Hal itu akan menimbulkan rasa tak percaya terhadap klub. Sebelum ini, Lionel Messi dkk saja sudah memprotes langkah kebijakan klub. Selain itu, pelanggaran kontrak pun bisa memaksa pemain untuk memutus kontrak yang ada dan hengkang dengan status bebas transfer.
2. Pemain Ajukan Gugatan
Jika pemain menerima keputusan dengan lapang dada tentu hal itu baik adanya. Namun, tak menutup kemungkinan ada 2-3 pemain yang akan mempersoalkan hal ini ke meja hijau.
Pasalnya, dalam kontrak tercantum wewenang pemain untuk mengajukan tuntutan hukum apabila klub melanggar perjanjian kontrak yang ada.
Hal inilah yang sempat ditakutkan klub-klub Inggris. Sebelum berunding dengan PFA dan federasi, klub-klub enggan memotong gaji karena takut menghadapi tuntutan dari pemain yang mana bisa berbuah denda tinggi dalam klausul yang ada.
Kemungkinan terburuknya, para pemain juga bisa ke pengadilan memutuskan kontrak tersebut dan pergi dengan berstatus bebas transfer yang mana akan merugikan klub.
Tottenham dan Newcastle bahkan sampai mengorbankan memotong 500 lebih staf dan pekerja di klub mereka agar para pemain tetap full gajian.
3. Protes Agen
Agen tentu jadi pihak lain yang dirugikan dalam masalah ini. Pemotongan gaji pemain juga berimbas pada komisi yang mereka dapatkan dari transfer pemain.
Bukan rahasia umum jika super agen di Eropa pandai melambungkan harga pemain yang jadi kliennya. Kesediaan klub untuk membayar triliunan rupiah membuat harga pemain-pemain masuk ke tingkat tak masuk akal.
Klub pun mesti mewaspadai manuver dari para agen-agen pemain ini. Di tengah krisis nanti, kebijakan para agen bisa saja merugikan klub di bursa transfer.