INDOSPORT.COM - Kompetisi Liga Indonesia pernah memiliki klub besar bernama Pelita Jaya. Berdiri 11 November 1986, klub yang lahir di Jakarta tersebut menjelma sebagai salah satu klub papan atas di era 1990-an.
Soal prestasi, tim yang didirikan pengusaha gila bola Nirwan Bakrie tak perlu diragukan lagi. Total mereka lima kali menembus partai final Galatama, dengan tiga menyabet gelar juara dan dua kali runner-up.
Gelar juara Pelita Jaya diperoleh di musim 1988/1989, 1990 dengan bintang-bintang seperti Bambang Nurdiansyah, dan 1993/1994 atau musim terakhir Galatama sebelum kompetisi digabung dengan Perserikatan musim selanjutnya. Sedangkan posisi runner-up didapat di musim 1986 dan 1987-1988.
Tak hanya jagoan di negeri sendiri, Pelita Jaya juga pernah menunjukkan taringnya di kancah Asia. Prestasi yang tak pernah dilupakan tentu saat tampil di Piala Champions Asia atau sekarang Liga Champions Asia edisi 1991.
Saat itu, Bambang Nurdiansyah dan kawan-kawan mampu tampil impresif. Skuat asuhan Benny Dollo waktu itu lolos hingga babak semifinal.
Salah satu mantan pemain Pelita Jaya yang berlanjut ke Pelita Solo, Seto Nurdiyantoro memberikan sedikit cerita berkait skuat super bintang. Seto muda yang masuk ke tim musim 1997 mengungkapkan begitu beratnya persaingan mendapatkan tempat utama.
"Saya merasakan betul ya harus kerja keras untuk bisa tampil. Apalagi saat itu masih ada Dejan Glusevic dan pemain bintang lainnya," ungkap Seto saat berbincang dengan INDOSPORT.
Namun lambat-laun, pria yang saat ini melatih PSIM Yogyakarta tersebut mulai mendapatkan posisi inti. Bahkan Seto nyaris tak tergantikan saat tim pindah ke Solo.
"Musim pertama di Solo sebenarnya banyak pemain muda juga yang dibawa ke tim utama. Tahun itu cukup berkesan bagi saya karena akhirnya mendapatkan panggilan ke Timnas Indonesia," ujar dia.
Tak hanya soal prestasi dan klub besar yang pernah lahir, Pelita juga satu-satunya klub yang memiliki delapan nama hingga akhir hayatnya atau tahun 2015 saat menjadi Persipasi Bandung Raya dan kini Madura United.
Perubahan nama memang didasari alasan sponsor dan juga domisili klub itu bermarkas.
Mulai Pelita Jaya (1986-1997), Pelita Mastran (1997-1998), Pelita Bakrie (1998-1999), Pelita Solo (2000-2002), Pelita Krakatau Steel (2002-2006), Pelita Jaya Purwakarta (2006-2007), Pelita Jabar (2008-2009), Pelita Jaya Karawang (2010-2012), dan Pelita Bandung Raya (2012-2015).
Bintang-bintang Piala Dunia
Dengan kekuatan finansial yang mumpuni, bukan perkara sulit bagi Pelita Jaya untuk mendatangkan pemain-pemain top Tanah Air. Bahkan mereka sempat memiliki The Dream Team Timnas Indonesia.
Nama-nama tenar pernah menghiasi klub yang identik dengan warna merah tersebut. Mulai Listianto Raharjo, Andi Iswantoro, Buyung Ismu, Ansyari Lubis, Eko Purjianto, Aples Gideon Tecuari, Haryanto Prasetyo, Alexander Pulalo, Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, Seto Nurdiyantoro, I Made Pasek Wijaya, Rully Nere, hingga Alexander Saununu.
Namun, keberhasilan manajemen mendatangkan pemain asing top juga menjadi cerita tersendiri. Tak sebatas ekspatriat, namun berlabel Piala Dunia.
Mulai bomber Timnas Kamerun di Piala Dunia 1990, Roger Milla. Direkrut Nirwan Bakrie di musim 1994-1995, Milla tampil sebanyak 23 kali dan mencetak 13 gol, sebelum setahun berikutnya berlabuh di Putra Samarinda sekaligus pensiun di sana.
Kemudian legenda Argentina, Mario Kempes yang bergabung di musim 1995 dan mencetak 10 gol dari 15 laga. Kempes adalah bintang Tim Tango saat juara Piala Dunia pada tahun 1978 sekaligus menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang turnamen dengan enam gol.
Nama terakhir adalah Emmanuel Maboang Kessack. Rekan seangkatan Roger Mila itu berseragam Peliat Jaya di musim 1997/1998 sebelum kompetisi domestik dihentikan dan ia pun hengkang.