INDOSPORT.COM - Mengenang kembali kisah kehebatan NIAC MItra kala sukses menekuk Arsenal dalam laga persahabatan di Surabaya, 1983.
Pada 1983 Indonesia mendapatkan kesempatan berharga untuk dikunjungi salah satu tim bersejarah dari Inggris, Arsenal. Indonesia jadi negara terakhir dalam tur The Gunners di Asia.
Tiga pertandingan dilakoni Arsenal selama lawatan di Tanah Air. Namun, tak ada yang menyangka laga ketiga yang mereka lakoni akan terus dikenang baik oleh Arsenal maupun sepak bola Indonesia.
Sebelumnya, klub London Utara tersebut telah bersua dengan klub Perserikatan, PSMS Medan (3-0), dan PSSI Selection (5-0). Menghadapi dua kesebelasan ini Arsenal sanggup menang dengan skor telak.
Namun, dominasi Arsenal berakhir ketika bertemu dengan klub asal Surabaya, NIAC Mitra. Disaksikan 30 ribu penonton lebih yang menyesaki Stadion Gelora 10 November, Arsenal harus takluk dengan dua gol tanpa balas.
NIAC Mitra menjadi kekuatan besar di sepak bola Indonesia dekade 80-an. Klub bentukan perusahaan NIAC (New International Amusement Center) ini menjadi klub terbaik di Galatama.
NIAC Mitra berjaya pada awal dekade 80-an saat menjuarai edisi kedua Galatama. Setelah PSSI membuka regulasi pemain asing pada musim 1982/83, NIAC Mitra mulai menggaet pemain impor terbaik. Hal ini pun membuat NIAC Mitra terpilih sebagai lawan tanding Arsenal di Surabaya.
Tak Berkutik di Bawah Cuaca Panas Surabaya
Arsenal datang melawan NIAC Mitra dengan diperkuat bintang-bintang mereka seperti Pat Jenning (kiper), Keny Sansom, David O'Leary, sampai Alan Sunderland.
Sementara NIAC Mitra, dihuni bintang-bintang sepak bola nasional seperti Rudy Kelces, Tommy Latuperissa, Djoko Malis, dan Syamsul Arifin. Dua pemain bintang asal Singapura, yakni penjaga gawang David Lee dan legenda sepak bola asal negeri Singa, Fandi Ahmad, juga main di NIAC.
Sepanjang laga, NIAC Mitra memang tampil spartan. Arsenal pun seperti kerepotan dengan agresivitas pemain-pemain NIAC.
NIAC pun sukses menang dengan skor meyakinkan 2-0 lewat dua gol dari Fandi Ahmad (37') dan Djoko Malis (85'). Kemenangan ini tak hanya menggemparkan Surabaya, namun juga sepak bola Indonesia.
Pelatih Arsenal kala itu, Terry Neill, beralasan timnya tengah kelelahan setelah menjalani musim yang panas. Selain itu, panasnya cuaca Surabaya membuat pemainnya cepat kelelahan.
Namun, kemenangan tetaplah kemenangan. Momen langka ini akan terus diingat oleh publik Surabaya.
NIAC Mitra tercatat merupakan klub paling tersukses di era kompetisi Galatama. Klub dengan warna kebesaran hijau ini pernah menjuarai kompetisi Galatama sebanyak tiga kali, yakni tahun 1982, 1983, dan 1988.
Nama Mitra yang dipakai sebagai identitas klub sendiri berasal dari nama usaha bioskop kepunyaan Agustinus Wenas selaku pemilik klub.
Sayang, kelangsungan klub yang berdiri tahun 1975 ini hanya berlangsung singkat. Pada tahun 1990 NIAC Mitra resmi bubar seiring dengan masa senja Galatama.
Namun klub ini tak musnah sepenuhnya. Saat ini NIAC Mitra telah mengalami proses transformasi sedemikian rupa hingga akhirnya berwujud Mitra Kukar, klub Kalimantan yang kita kenal sekarang ini.