INDOSPORT.COM - Kota Manchester dikenal sebagai kota yang lekat dengan Revolusi Industri pada zaman dahulu. Namun kini, salah satu kota di Inggris ini identik dengan sepak bola atas dua tim papan atas Eropa, Manchester City dan Manchester United.
Klub yang berasal dari satu kota pada umumnya tak pernah akur. Sebut saja Milan dengan AC Milan dan Inter Milan sehingga tercipta Derby Della Madonnina. Pun dengan kota Manchester, atas dua klub besarnya, kota ini selalu diwarnai duel Derby Manchester.
Baik Man United dan Man City sejak berdiri merupakan tim bertolak belakang. Setan Merah dikenal hadir terlebih dahulu dua tahun sebelum The Citizens terbentuk. Bahkan jika berbicara prestasi, The Red Devils lebih dahulu tenar ketimbang saudara mudanya tersebut.
Kecemburuan dari prestasi dan gengsi pun berimbas ke dalam dan luar lapangan. Tak pelak duel-duel keras tersaji di Derby Manchester. Tanyakan saja pada Alf-Inge Haaland dan Glyn Pardoe yang kakinya pernah patah akibat duel tersebut.
Bahkan di luar lapangan, fans dari kedua tim saling membalaskan cemoohan. Hal tersebut kian kuat setelah saudagar kaya asal Qatar mengambil alih Manchester City. Puncaknya fans Manchester United tak lagi mengibarkan spanduk '34 Years' saat saudara mudanya menjadi juara Liga Inggris musim 2011-2012.
Film itu Bernama There's Only One Jimmy Grimble
Rivalitas Manchester United dan Manchester City awamnya dikenal sejak Sheikh Mansour mengambil alih The Citizens. Namun, sebuah film layar lebar bertajuk "There's Only One Jimmy Grimble" pernah menampilkan betapa kerasnya rivalitas antar kedua tim.
Sejatinya, film sepak bola ini merupakan film fiktif atau karangan semata. Namun penggambaran serta alurnya mencerminkan bagaimana Manchester United benar-benar superior atas Manchester City.
Film "There's Only One Jimmy Grimble" dibuat pada tahun 2000. Mengangkat tema sepak bola, film ini menceritakan soal sosok bocah berusia 15 tahun bernama Jimmy Grimble. Jimmy, adalah fans Manchester City, yang tumbuh di kota Manchester.
Besarnya nama Manchester United di kota tersebut, membuat kehidupan masa sekolahnya terbilang sulit. Jimmy harus menerima siksaan dari anak-anak sekolahnya yang notabene fans Setan Merah. Bisa dibayangkan, bagaimana kerasnya rivalitas sepak bola tercipta hingga bangku sekolah.
Namun kecintaannya terhadap Manchester City tak pudar meski di bully habis-habisan. Bahkan ia terus bermain sepak bola dan lambat laun menjadi andalan bagi tim sekolahnya dalam sebuah turnamen lokal antar sekolah.
Berada dalam satu tim dengan anak-anak fans Man United, Jimmy tak begitu peduli. Pemainannya hebatnya muncul setelah diberi sepatu ajaib oleh seorang gelandangan dan mengetahui bahwa pelatih sepak bola sekolahnya merupakan mantan pemain Manchester City. Hal tersebut memberinya motivasi.
Dengan kemampuannya, kecemburuan pun hadir dari rekan setimnya yang merupakan fans Man United. Bullying yang tadinya didapat di sekolah, berlanjut di lapangan. Sepatu ajaib yang ia dapatkan sempat dihilangkan oleh rivalnya.
Namun dengan sepatu baru yang dibelikan pelatihnya, ia berhasil tampil di partai puncak dan bermain di stadion klub idolanya, Manchester City, dan berhasil membungkam orang-orang yang pernah meremehkannya hanya karena dirinya fans Manchester City.
Di akhir film, ia mampu menjadi bintang di laga final turnamen antar sekolah dan membuktikan kapasitasnya sebagai calon bintang masa depan. Tak cukup sampai disitu, kecintaannya terhadap Manchester City pun dibuktikannya. Jimmy Grimble menolak pinangan pemandu bakat rival tim idolanya. Manchester United
Film "There's Only One Jimmy Grimble" mungkin tak sepenuhnya menceritakan kerasnya rivalitas hooligans Manchester United dan Manchester City. Namun di film ini, refleksi besarnya rasa cinta akan klub idola dan sepak bola bisa menjadi contoh nyata bagi fans-fans klub lainnya.