INDOSPORT.COM - Mengenal La Familia, salah satu kelompok suporter sepak bola paling rasis serta sangat anti muslim terbesar di dunia.
Dalam dunia sepak bola, kehadiran para suporter yang selalu setia memberi dukungan baik di dalam maupun luar lapangan memang sangat penting bagi kelangsungan sebuah tim.
Saat bertanding misalnya, para suporter yang memberikan yel-yel penyemangat serta teriakan intimidasi kepada lawan, kerap menimbulkan tenaga baru buat tim yang didukung, dan tidak jarang banyak tuan rumah berhasil melakukan kejutan.
Jika sebatas memberi yel-yel penyemangat, mungkin masih bisa ditolerir oleh pihak lawan, namun apa jadinya jika para suporter melakukan aksi rasial dengan melecehkan salah satu hal sensitif seperti ras, agama, ataupun yang lainnya.
Tentu hal tersebut rentan menimbulkan konflik, dan menariknya banyak kelompok suporter sepak bola garis keras yang sering kali melakukan hal itu kepada pemain bintang lawan hingga membuat FIFA turun tangan memberi hukuman.
Jika ditanya soal pendukung tim sepakbola mana yang paling rasis, maka nama La Familia akan keluar di urutan pertama. Bahkan dari lansiran laman Washington Post, pada 26 Juli lalu, polisi menangkap 50 anggota La Familia usai diduga melakukan penyerangan pada para pendukung Hapoel Tel Aviv.
La Familia sendiri merupakan kelompok pendukung Beitar Jerusalem (klub Israel). Mereka tertangkap telah melemparkan petasan sebanyak 29 buah dengan berbagai ukuran saat tim idola mereka melawan Hapoel Tel Aviv.
Lebih dari satu dekade, La Familia telah dikenal sebagai kelompok pendukung tim sepakbola dengan aksi kekerasan dan aksi rasisme bahkan kelompok ini secara terang-terangan menolak pemain muslim berada di tim.
Salah satu kejadian yang masih diingat para pecinta sepak bola dunia adalah, saat La Familia secara terang-terangan mengintimidasi Zaur Sadaev dan Dzhabrail Kadiev meski mereka sejatinya adalah pemain Beitar.
Alasanya, karena dua pemain baru tersebut adalah seorang muslim dari Republik Ceko, dan kelompok La Familia menentang pemilik klub melakukan transfer pemain muslim lantaran dianggap memutuskan ideologi klub.
Imbas ketidaksukaan itu, puluhan anggota La Familia mengelilingi tempat latihan Beitar dan menyiuli Zaur Sadaev serta Dzhabrail Kadiev, hingga menyanyikan lagu kebangsaan Israel yang isi liriknya kental dengan keinginan bangsa Yahudi menguasai Israel.
Tidak cuma ancaman dan diskriminasi kepada dua pemain muslim tersebut, pelatih Beitar juga mendapat ancaman bahkan hingga pembunuhan dari para suporter jika ia memainkan Sadaev ataupun Kadiev.
Namun pelatih Eli Cohen tidak bergeming, ia tetap melakukan pekerjaannya secara profesional dan saat pertandingan berlangsung, Zaur Sadaev dimasukkan lantaran tim memang butuh striker tambahan.
Hasilnya, La Familia protes keras dan hampir seisi tribun berisi dengan cacian dan ucapan diskriminasi yang ditujukan untuk Sadaev, pelatih hingga presiden klub.
Menariknya, Zaur Sadaev yang mendapat perlakukan rasis sepanjang laga tersebut berhasil membungkam kelompok suporter dengan lesakkan gol, sekaligus menyelamatkan Beitar dari kekalahan atas Maccabi Netanya.
La Familia sampai dibuat bingung dengan gol Zaur Sadaev, sebagian dari mereka ada yang berselebrasi namun tidak sedikit yang makin mencari sang pemain hingga akhirnya memutuskan keluar dari stadion.
Tidak cuma sekali La Familia melakukan penolakan terhadap pemain muslim, pada 2019 lalu mereka masih melakukan aksi rasis terhadap salah satu pemain mereka yang bernama Ali Mohamed.
Meski bernama Ali Mohamed, namun pemain kelahiran Niger tersebut adalah seorang penganut Kristiani. Melansir dari laman CNN, disebutkan jika La Familia tidak menyukai Ali Mohammad lantaran ia memiliki nama khas seorang muslim.
"Kami tidak punya masalah apa pun dengan pemain ini, karena ia adalah seorang Kristen yang taat. Tapi kami punya masalah dengan namanya. Kami akan memastikan bahwa namanya diubah, sehingga Mohamed tidak terdengar di Stadion Teddy (Beitar)," ucap salah satu penggemar yang dilansir dari laman CNN.
Meski pihak suporter kerap membuat masalah dengan menolak pemain muslim, pemilik klub Beitar dalam beberapa tahun terakhir justru membuka jalan dan berusaha menghilangkan stigma negatif La Familia terhadap pemain muslim.
Bahkan pemilik Beitar saat ini, Moshe Hogeg mengaku tidak mempermasalahkan agama ataupun nama para pemain yang datang, asalkan sang pemain bisa menghormati klub yang ia perkuat dan membantu tim meraih juara maka pintu masuk untuk Beitar FC akan selalu terbuka.