INDOSPORT.COM - Sepak bola dan media merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Perkembangan teknologi juga membuat segala informasi tentang olahraga terpopuler se-jagad raya itu semakin mudah untuk dipublikasikan.
Sebut saja sebuah laga sepak bola di berbagai belahan dunia yang tak luput dari siaran langsung televisi. Belum lagi pemberitaan dan berbagai informasi yang dengan mudah dan cepat dapatkan masyarakat.
Tak pelak, hubungan baik pun banyak muncul antara pelaku sepak bola dengan awak media. Termasuk juga pemain atau pelath dan para awak jurnalis yang sering berkomunikasi, bahkan hingga nongkrong bersama.
Lalu, bagaimana jika seorang pesepak bola beralih profesi sebagai wartawan, kemudian meliput event olahraga termasuk pertandingan sepak bola? Karir itu sekarang dijalani mantan bomber PSIM Yogyakarta, FX Harminanto. Sudah sekitar enam tahun ini, Harmin bekerja sebagai jurnalis media cetak, Kedaulatan Rakyat.
"Menikmati sepak bola dari sudut pandang yang lain. Tapi tetap mengasyikan," ungkap Harmin tentang kesan menjadi jurnalis sekaligus membuka perbincangan dengan INDOSPORT, Senin (04/05/20).
Bercita-cita sebagai pesepak bola profesional, sosok kelahiran 3 Desember 1988 itu merintis asa dari kecil saat bergabung dengan Sekolah Sepak Bola (SSB) Gama. Harmin turut membawa SSB Gama yang mewakili DIY hingga ke empat besar nasional Liga Bogasari U-15.
Performa apiknya membuatnya mendapat dipanggil pelatih Nobon Kayamudin ke Timnas U-17 menuju gelaran Pra-Piala Asia U-17. Rekan seangkatannya saat itu adalah gelandang enerjik asa Papua, Imanuel Wanggai. Harmin bahkan mencetak satu gol kala dijamu Timnas Malaysia di Stadion Shah Alam.
"Itu adalah gol internasional satu-satunya sepanjang hidup dan kenangan yang tidak bisa saya lupakan. Memang saat itu kalah 1-3, tapi bisa cetak satu gol," kata dia.
Gelar Pertama, Timnas Pelajar, dan Karier Profesional
Setelah dari Timnas U-17, pria yang saat ini berusia 31 tahun itu lantas hijrah ke Jawa Timur dengan memperkuat Perseta Tulungagung Jr dan PSMP Mojokerto Jr di Liga Remaja Piala Soeratin 2005.
Keputusannya untuk merantau ke sisi timur Pulau Jawa membuahkan hasil. Dia turut membawa pasukan muda Laskar Mojopahit jadi juara usai mengalahkan Persipura Jayapura Jr di partai puncak. Bagi PSMP, itu gelar pertama di kancah nasional, sebelum tim senior akhirnya juara Divisi I 2009.
Lagi-lagi, penampilan impresif itu membuat Harmin dibawa pelatih Rully Nere ke Timnas Indonesia U-20 menuju Pra Piala Asia U-20. Selain Harmin para pemain yang tergabung dalam skuat itu antara lain Achmad Jufrianto, Galih Sudaryono, Ferdinan Sinaga, hingga kiper Persebaya Surabaya saat ini, Rivki Mokodompit.
Setahun berikutnya, dia giliran berkostum Timnas Pelajar untuk gelaran Asian School yang saat itu diracik duet Kunaryo-Bambang Warsito. Prestasinya lumayan apik setelah lolos hingga babak empat besar setelah kalah dari Thailand. Sementara dalam perebutkan tempat ketiga, Timnas Pelajar Indonesia tumbang dari China.
Bakat mudanya yang terus terasah membuat PSIM Yogyakarta akhirnya memboyong sosok asal Sleman itu di pentas Divisi Utama musim 2007. Harmin pun resmi mengawali karir sepak bola profesional bersama tim Laskar Mataram.
Bersama tim kebanggaan publik Kota Gudeg, performa bapak satu anak itu terus berkembang. Gol profesional pertamanya dicatatkan di ajang babak pertama leg pertama Copa Dji Sam Soe saat mengalahkan Persipasi Bekasi 2-1 di Stadion Mandala Krida, 13 Mei 2007. Sayang, PSIM gagal lolos ke fase selanjutnya setelah Persipasi menang 5-4 lewat adu penalti di leg kedua, setelah di waktu normal giliran unggul 2-1.
Sementara di kompetisi Divisi Utama, Harmin sempat back to back mencetak gol ke gawang Persibo Bojonegoro saat bermain di tandang (14 Agustus 2008) dan kandang (2 Mei 2009).
Manis pahit sepak bola profresional pun dia raskaan, termasuk masa transisi saat klub dilarang menggunakan APBD untuk keuangan. Akibatnya, seluruh tim mendapat pukulan telak. Menurutnya, gaji pesepak bola turun drastis. Situasi di lapangan pun juga ikut terdampak karena pemain semakin sentitif dan kerap meninggalkan asas fair play.
"Liga jadi keras, siaran televisi masih sedikit, dan sosial media belum sedetail sekarang. Ya akhirnya kalau laga away masti kalah. Sekarang saat jadi wartawan kalau mengingat moment itu jadi lucu tapi juga miris," paparnya.
Cedera dan Geluti Dunia Jurnalistik
Meski dihantam kondisi itu, namun dirinya tetap setia bersama PSIM. Padahal sejumlah tim besar ingin menggunakan jasanya mulai PSMS Medan, Persiba Balikpapan, Pro Duta, Persija Jakarta, hingga Arema Malang.
"Sudah sempat berkomunikasi dengan pengurus tim mereka, namun mungkin belum rejeki dan saya memilih bertahan di PSIM. Apalagi saat itu pas pemulihan cedera engkel sekitar satu bulan. PSMS juga sudah CEO, tapi tidak mencapai sepakat karena saya saat itu juga kuliah," ujar Harmin yang memang menempuh studi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta jurusan Ilmu Komunikasi.
Cedera engkel kaki kiri itu benar-benar menjadi ujian Harminanto sebagai seorang pesepak bola, terlebih saat berada di puncak karir. Kondisi itu juga berpengaruh pada performa di lapangan kantaran banyak menghabiskan waktu untuk penyembuhan. Dia lantas menghabiskan waktu di PSIM hingga musim 2012 sebelum akhirnya berlabuh ke tim tetangga, Persiba Bantul.
"Saat itu klub juga belum mengenal fisioterapi dan tim ya hanya sebisanya menanggungnya. Setelah dari Persiba saya pensiun untuk menyelesaikan kuliah dan akhirnya jadi wartawan sejak 2014," tukas dia.
Jadi seorang jurnalis disebut Harmin membuatnya mendapatkan pengalaman dan tantangan baru. Apalagi dirinya juga biasa meliput event olahraga termasuk sepak bola mulai Liga 1, 2, dan 3 hingga turnamen lainnya.