INDOSPORT.COM - Mengenal kisah klub Benfica, raksasa Liga Portugal yang mendapat kutukan hingga 100 tahun dari sang mantan pelatih yang tersakiti.
Benfica sendiri sekarang menjadi ramai diperbincangkan, lantaran adanya isu jika klub asal Portugal tersebut dikabarkan tertarik untuk mendatangkan Egy Maulana Vikri usai sang pemain direkrut Lechia Gdansk.
Rumor tersebut pertama kali tersebar lewat media massa Portugal, Record. Situs tersebut menjelaskan kalau Benfica tetap memantau perkembangan Egy meski telah menandatangani kontrak dengan klub lain.
"Pemain 17 tahun itu bakal gabung dengan tim junior Benfica (pinjaman). Tetapi Benfica punya opsi untuk membelinya jika tampil bagus," tulis Record.
Walau belakangan dikenal lantaran adanya isu Egy Maulana Vikri, namun jauh sebelum itu tim yang bermarkas di Estádio da Luz ini sudah lebih dulu dikenal oleh para penggemar sepak bola dunia.
Sebab Benfica punya sejarah yang tidak kalah mentereng dari Real Madrid ataupun Liverpool, bahkan pada masanya, kedua tim itu pernah merasakan hebatnya kekuatan The Eagles.
Tepatnya pada era 1960 an, di mana Benfica pernah dua kali menjadi kampiun Liga Champions Eropa secara beruntun yakni pada musim 1960–61 dan 1961–62.
Selain menjadi mantan kampiun benua Eropa, ada satu hal lain yang membuat Benfica makin dikenal oleh pecinta sepak bola, yakni adanya mitos kutukan yang membuat klub tidak bisa meraih gelar apapun di panggung Eropa hingga saat ini.
Kisah bermula pada tahun 1962, atau setelah Bela Guttman (pelatih Benfica saat itu) mempersembahkan gelar Liga Champions kedua sepanjang sejarah klub.
Pada masa itu, sosok Bela Guttmann bukanlah pelatih sembarangan, sebelum gabung Benfica ia lebih dulu menukangi sejumlah tim besar seperti AC Milan, Sao Paulo hingga FC Porto.
Datangnya Guttman pada 1960, langsung mengubah wajah Benfica. Sebanyak 20 pemain senior ia lepas agar para pemain muda didikan akademi bisa tampil di tim utama.
Imbasnya, tenaga Benfica terlihat lebih fresh dalam setiap laga bahkan pada musim perdanya ia mempersembahkan gelar juara Liga Portugal usai unggul dua angka dari Sporting CP di tempat kedua.
Kegemilangan Guttman dengan para pemain mudanya kembali berlanjut pada musim selanjutnya, bahkan jauh lebih mengerikan saat mereka tampil di kompetisi Eropa.
Pada ajang Liga Champions Eropa 1961, Benfica berhasil menjadi juara usai mengalahkan Barcelona di partai final dengan skor tipis 3-2. Benfica juga keluar sebagai juara Liga Portugal di akhir musim 1961, gelar ketiga buat Guttman di tahun keduanya bersama The Eagles.
Musim 1962, Benfica kembali mencapai babak final Liga Champions, dan kali ini mereka berhadapan dengan Real Madrid yang saat itu diperkuat Alfredo Di Stefano dkk dengan skor meyakinkan 5-3.
Meski klub sedang berada dalam masa keemasan, namun disinilah awal mula kutukan terjadi. Usai menghantarkan Benfica dua kali merajai Eropa, Guttman meminta manajemen untuk menaikkan gajinya Namun bukan persetujuan yang didapat, permohonannya malah ditolak mentah-mentah oleh klub.
Guttmann kecewa, marah, dan akhirnya memutuskan hengkang. Namun sebelum pergi, juru latih asal Austria tersebut berkata: "Takkan pernah bisa dalam 100 tahun dari sekarang Benfica menjadi juara Eropa." dilansir dari World Football.
Bagi tim yang baru saja juara Eropa hingga dua kali, mungkin ucapan tersebut hanyalah gertakan belaka apalagi Benfica saat itu telah memiliki pemain-pemain dengan mental juara yang tidak mungkin gagal membawa tim bersaing di Eropa.
Namun sayang, ucapan tersebut malah terbukti tepat hingga saat ini dan jika ditotal, sudah ada delapan partai final yang telah dilalui Benfica di kompetisi Eropa (Liga Champions dan Liga Europa), dan tidak satupun yang berhasil mereka menangkan.
Teranyar, mereka bahkan gagal juara dalam dua musim beruntun yakni pada partai final Liga Europa 2013, Benfica kalah 1-2 dari Chelsea, serta final Liga Europa 2014 yang kalah dari Sevilla melalui adu penalti (4-2).