INDOSPORT.COM - Tanggal 6 Mei ini atau tepat 22 tahun yang lalu terjadi salah satu cerita kelam dalam sepak bola Indonesia. Adalah duel Arseto Solo versus Pelita Jaya dalam lanjutan Liga Indonesia 1997/98 di Stadion Sriwedari berakhir bentrokan dan berujung kerusuhan.
Beberapa hari sebelum duel itu, suasana panas dan huru-hara memang sudah pecah di beberapa kota. Keruntuhan ekonomi akibat dari krisis finansial atau yang disebut krisis moneter (Krismon) dan tuntutan reformasi jadi penyebab.
Salah satu klub yang terkena dampak langsung adalah Arseto Solo. Maklum, sebagai klub miliki keluarga Soeharto yakni sang putra, Sigit Harjoyudanto. Segala yang berbau Soeharto, termasuk Biru Langit tersebut jadi salah satu public enemy perusuh.
"Kebetulan saat itu saya jadi panitia pertandingan. Dari awal penonton sudah penuh sampai bahkan lintasan lari," ungkap mantan pengurus Arseto Solo, Chaidir Ramli mengawali perbincangan dengan INDOSPORT.com.
"Saya masih ingat ketika kerusuhan itu bersama Pak Danurwindo (pelatih Pelita Jaya). Kami mencoba menyelamatkan diri di dalam stadion sembari saya menenangkan beliau," tambah dia.
Chaidir menceritakan, pagi hari hingga waktu sebelum kick off, kondisi sekitar stadion berjalan seperti biasa. Namun beberapa saat sebelum laga, belasan ribu suporter memang berjubel memadati Stadion Sriwedari hingga lintasan lari.
Setelah panpel, manajemen dan keamanan berdiskusi, akhirnya pihak kepolisian menambah jumlah personel. Pertandingan dua tim besar itu akhirnya berlangsung.
"Wasit sempat was-was dengan kondisi yang ada. Apalagi muncul isu jika para penonton saat itu juga disusupi orang-orang politik," kata Chaidir.
Namun saat duel seru itu berlangsung, lanjut Chaidir, tiba-tiba penonton dari tribun sisi timur mesuk ke lapangan. Akibatnya, bentrokan pun tak bisa dihindarkan dan seluruh pemain serta official kedua tim mengamankan diri.
"Tahu-tahu dari timur masuk langsung lempar ke tribun barat. Setelah pertandingan itu tidak dilanjutkan ya sampai jalan sudah kacau. Banyak fasilitas dirusak dan dibakar massa, terutama pos polisi," ujar dia.
Kompetisi akhirnya benar-benar dihentikan per 25 Mei 1998 imbas kerusuhan massal. Kerusuhan besar itu salah satunya juga terjadi di Solo. Arseto Solo pun akhirnya ikut bubar.