In-depth

Kisah Benfica dan Persis Solo yang Terkutuk dalam Raihan Juara

Sabtu, 9 Mei 2020 15:07 WIB
Penulis: Prabowo | Editor: Cosmas Bayu Agung Sadhewo
© Amanda Dwi Ayustri/INDOSPORT
Terdapat sebuah persamaan antara Benfica dan Persis Solo dalam hal kutukan gelar juara. Copyright: © Amanda Dwi Ayustri/INDOSPORT
Terdapat sebuah persamaan antara Benfica dan Persis Solo dalam hal kutukan gelar juara.

INDOSPORT.COM - Benfica dan kutukan mantan pelatih Bela Guttmann medio 1960-an jadi kisah tersendiri di sepak bola dunia. Pelatih yang mengeluarkan sumpah serapah jika klub asal Portugal itu tak akan juara Eropa selama 100 tahun.

Amarah sosok asal Austria itu meledak usai keinginan naik gaji tak direstui manajemen. Padahal, Bela berjasa membawa Benfica juara Liga Champions tahun 1961 dan 1962.

Kutukan itu akhirnya benar-benar dirasakan Encarnados. Setidaknya, setelah sumpah serapah itu, Benfica melewatkan delapan partai final Eropa tanpa pernah jadi juara hingga saat ini.

Kisah serupa juga pernah dialami klub asal Indonesia, Persis Solo dengan mantan pelatihnya, Suharno. Sosok yang meninggal dunia pada 19 Agustus 2015 itu merupakan juru taktik tim Laskar Sambernyawa di pentas Divisi Utama musim 2007.

Cerita itu bermula saat Persis menjamu Persikab Bandung yang diracik Suharno dalam pekan ketiga Divisi Utama 2009/2010 di Stadion Manahan. Bukan respek dan rasa hormat yang didapat, eks pelatih Arema FC itu malah mendapat cacian dan nyanyian rasis dari suporter Persis, Pasoepati.

Naik pitam, Suharno lantas memberikan sumpah serapah saat konfrensi pers.

"Sampai kapanpun Persis tidak akan pernah berprestasi jika Pasoepati tak meminta maaf," kata Suharno saat itu usai pertandingan.

Percaya atau tidak, sumpah serapah itu bak kutukan yang langsung berimbas nyata. Bahkan Persis nyaris terdegradasi di akhir musim setelah berada di posisi juru kunci dengan nilai 12.

Adanya babak play-off membuat tim berkostum merah-merah itu punya asa. Sayang, satu tiket untuk bertahan direbut Persiku Kudus sehingga Persis 'harusnya' benar-benar terdegradasi. Persis akhirnya tetap bertahan setelah PSDS Deli Serdang mundur dari kompetisi Divisi Utama.

Musim selanjutnya bahkan berlangsung lebih tragis, setelah Persis kembali berada di posisi juru junci setelah hanya meraih sekali kemenangan, lima seri, dan 18 kekalahan! Persis sendiri dijatuhi hukuman poin minus delapan setelah walk-out melawan Persemalra Tual dan mundur dari kompetisi. Hanya saja, mereka kembali selamat di akhir musim setelah operator memutuskan tidak ada tim yang terdegradasi. 

Namun ada kelegaan yang dirasakan Persis. Selang beberapa tahun atau 2014 silam, Suharno menunjukkan sikap besar hati dengan 'mencabut' sumpah serapahnya tersebut. Jelang babak 8 Besar Divisi Utama 2014, DPP Pasoepati bersilaturahmi dengan Suharno, sekaligus meminta dukungan agar Persis mewujudkan cita-citanya lolos ke kasta tertinggi. 

"Saya sudah melupakan masalah tersebut dan tidak ada kekecewaan lagi. Saya hanya berpesan, Pasoepati harus memberikan yang terbaik bagi Persis maupun tim lawan tanpa ada kata-kata yang menyakiti hati. Alangkah indahnya jika Pasoepati bisa bernyanyi di ISL," ungkap Suharno 7 September 2014 silam.

Kini, Persis masih berjuang untuk bisa bermain di kasta tertinggi. Musim ini, Persis jor-joran membangun skuat. Namun, kompetisi terpaksa berhenti karena wabah Corona.