INDOSPORT.COM – Hadir di kota Bandung saat Persib sedang terpuruk, Sari Bumi Raya hadir menjadi klub yang kemudian bermaterikan pemain berlatar belakang Sarjana dan juga Dokter.
Di saat Persib Bandung harus terpuruk ke Divisi I kompetisi Perserikatan pada akhir tahun 1970-an, kota Bandung justru memiliki wakil di kasta utama kompetisi Galatama, lewat klub bernama Sari Bumi Raya.
Tak seperti Persib Bandung yang memiiliki akar sejarah panjang sejak era kolonial Belanda, Sari Bumi Raya merupakan klub baru yang muncul di kota Bandung saat itu.
Didirikan oleh pengusaha lokal Junarsono, yang juga merupakan anak dari Ketua PSSI tahun 1975-1977, Bardosono. Kehadiran Sari Bumi Raya di kompetisi Galatama saat itu bisa diakui untuk beberapa saat cukup membuat Persib Bandung merasa tersaingi sebagai klub idola masyarakat Jawa Barat.
Apa lagi dalam kiprahnya di kompetisi Galatama pertama tahun 1979, Sari Bumi Raya bisa diperkuat beberapa pemain terbaik asal Jawa Barat. Salah satunya yang kelak menjadi legenda Persib Bandung, Djajang Nurdjaman.
Sayang memang di musim pertama kompetisi Galatama, Sari Bumi Raya harus puas hanya menghuni peringkat ke-10. Dengan hanya mengoleksi 21 poin dari 25 pertandingan yang mereka jalani.
Menariknya setelah kegagalan tersebut, Sari Bumi Raya justru memilih pindah dari Bandung ke kota Yogyakarta pada tahun 1981. Di kota Gudeg itulah kemudian sebuah cerita menarik terukir. Ketika Sari Bumi Raya menjadi tim yang bermaterikan pemain-pemain berlatar belakang Sarjana dan Dokter
Sari Bumi Raya, Sarjana dan Dokter
Kisah menarik klub Sari Bumi Raya yang bermaterikan pemain berlatar belakang Sarjana dan juga dokter tak lepas di penunjukan Drs. Soedjono sebagai pelatih mereka di musim kedua kompetisi Galatama.
Dengan latar belakang sebagai Dosen IKIP Yogyakarta (sekarang UNY), Drs. Soedjono kemudin berinisiatif untuk merekrut pemain-pemain yang berlatar belakang akademisi. Termasuk d iantara mereka yang masih merupakan mahasiswa semester akhir di kampus yang ada di Yogyakarta.
Berkandang di Stadion Mandala Krida, lebih dari setengah pemain Sari Bumi Raya saat itu adalah seorang Sarjana maupun dokter. Seperti kiper mereka yang seorang Dokter, bernama Nunung. Sang kapten Drs Hariyanto, juga nama lainya yakni Drs. Agus Santoso, Drs. Bambang Haryatmo, Drs. Sulistya, Drs. Bambang Nurjoko, Melius Mao SH dan Drs. Sutrisno.
Kendati begitu, demi bisa berbicara banyak di kompetisi Galatama, Sari Bumi Raya juga tetap merekrut pemain bintang yang sudah punya nama di sepak bola Indonesia. Salah satunya adalah gelandang yang kelak menjadi andalan Timnas Indonesia, Inyong Lolombulan.
Dengan ciri uniknya, Sari Bumi Raya sempat cukup mendapatkan perhatian di kompetisi edisi kedua Galatama. Lantaran mereka bisa menjadi klub yang sangat menakutkan ketika bermain kandang di Stadion Mandala Krida.
Saat itu tercatat hanya klub yang kemudian menjadi juara, NIAC Mitra Surabaya, sebagai satu-satunya klub yang mampu mengalahkan Sari Bumi Raya di Stadion Mandala Krida.
Namun, akibat penampilan di laga tandang yang tak bisa sebaik di laga kendang. Pada akhirnya membuat Sari Bumi Raya hanya harus puas ada di peringkat 14 klasemen akhir musim kedua Galatama dengan hanya mengoleksi 20 poin dari 34 pertandingan.
Sempat kembali berkompetisi di kasta utama Galatama musim ketiga, Sari Bumi Raya hanya mampu berada di peringkat 12 dengan poin 21 dari 28 pertandingan. Tanpa sebab yang jelas betul, Sari Bumi Raya akhirnya dibubarkan pada tahun 1984. Setelah sebelumnya saudara tua Persib Bandung itu sempat vakum sejak tahun 1983.