Sumbangsih Keluarga Soeharto Lewat 2 Klub Nasional yang Berakhir Tragis
Tak kalah dari sang Paman, anak Presiden Soeharto, Sigit Harjojudanto juga mengambil peran penting di percaturan sepak bola nasional dengan mendirikan klub bernama Arseto.
Arseto pada awalnya didirikan Sigit pada tahun 1987 di Jakarta. Namun seiring dengan peresmian Hari Olahraga Nasional di Stadion Sriwedari, Solo, pada 9 September 1983 oleh Soeharto. Arseto kemudian dipindahkan Sigit untuk bermarkas di kota Solo.
Secara prestasi, Arseto bisa dibilang jauh lebih baik dari klub milik Probosutedjo. Tercermin jelas dari keberhasilan Arseto menjuarai kompetisi Galatama pada tahun 1992, yang kemudian juga membawa mereka bisa berkiprah di di Liga Champions Asia setahun setelahnya.
Menjadi klub yang cukup diidolai masyarakat Solo kala itu, selain dikenal akan prestasinya, Arseto juga dikenal sebagai salah satu klub pengorbit pemain-pemain bintang. Sebut saja, Ricky Yacobi, Eduard Tjong, Rochy Putiray, Nova Arianto hingga Miro Baldo Bento pernah berseragam Arseto.
Kesuksesan Arseto juga tercermin dari keberhasilan mereka bertahan lama, bahkan hingga kompetisi Galatama bubar. Arseto sempat melanjutkan kiprahnya di sepak bola nasional dengan ikut berpartisipasi di Liga Indonesia.
Sampai akhirnya dalam carut marut politik tahun 1998, Arseto ikut terseret imbasnya. Arseto harus bubar, bahkan sempat menjadi sasaran amuk masa, lantaran latarbelakang keluarga Soeharto yang cukup kuat dalam klub tersebut.
Buat Sigit Harjojudanto sendiri, sumbangsihnya di sepak bola nasional tak sebatas sebagai pemilik klub Arseto. Dirinya juga sempat mememgang jabatan penting di sepak bola nasional. Mulai dari menjadi Ketua Harian Liga Sepak Bola Utama (Galatama), Kepala Proyek PSSI Garuda, hingga sempat menjabat sebagai Ketua I PSSI.