INDOSPORT.COM- Perjuangan berat harus dijalani Seto Nurdiyantoro dan rekannya di Pelita Solo dalam pentas kompetisi Liga Indonesia musim 2001.
Itu adalah musim terakhir klub milik Nirwan Bakrie bermarkas di Kota Bengawan, sebelum pindah ke Cilegon setahun kemudian.
Perjalanan musim itu juga berbanding terbalik dengan musim 1999/2000 atau saat kali pertama pindah Solo dari Jakarta. Saat itu, Pelita Solo mampu menembus babak 8 besar.
Secara materi pemain lokal, Pelita Solo sejatinya tak banyak perubahan dan masih dihuni bintang-bintang Timnas Indonesia. Mulai Listiyanto Raharjo, Eko Purjianto, Aples Techuari, Seto Nurdiyantoro, Ansyari Lubis, hingga Indriyanto Nugroho.
Kekalahan menyakitkan di kandang salah satunya dari Barito Putera di Stadion Manahan, 13 Juni 2001, atau tepat 19 tahun yang lalu. Saat itu, Pelita Solo butuh kemenangan untuk keluar dari zona merah.
Namun dalam laga itu, tuan rumah justru tertinggal dua gol terlebih dulu lewat mantan pemain asingnya, Bako Sadissou. Pelita Solo sempat memperkecil skor melalui sepakan penalti di babak kedua, namun gagal menyelamatkan timnya dari kekelahan.
"Musim itu memang cukup berat bagi kami. Mengandalkan banyak pemain muda dan harus menunggu hingga pekan-pekan terakhir untuk lolos dari degradasi," kenang Seto saat berbincang dengan awak redaksi berita olahraga INDOSPORT.
Sosok yang kini jadi pelatih PSIM Yogyakarta itu jadi bintang Pelita Solo di musim itu. Tercatat dia mengemas 13 gol dan menjadi top scorer tim.
Catatan menariknya adalah kala memborong empat gol ketika Pelita Solo menggilas PSS Sleman 4-1 di laga pamungkas kompetisi. Kemenangan itu sekaligus menyelamatkan Pelita dari jurang degradasi yang akhirnya diterima Persijap Jepara, Persma Manado, dan Putra Samarinda.