INDOSPORT.COM – Roller Coaster. Ya, itulah perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan perjalanan Inter Milan di tahun 90’ an. Pada dekade tersebut, Inter kerap kehilangan identitasnya sebagai tim besar di Italia. Namun hal ini nampaknya tak berlaku di kompetisi Eropa.
Dekade 90’ an menjadi bukti nyata kehebatan Inter dalam menguasai Eropa. Setidaknya sebanyak tiga kali La Beneamata menjuarai kompetisi di benua biru. Hal tersebut terjadi pada musim 1990/91, 1993/94, dan 1997/98.
Sejatinya, di tiga musim tersebut Inter hanya menjuarai Piala UEFA (Liga Europa). Memang secara kasta, kompetisi ini hanyalah kompetisi tingkat dua. Namun di era 80 dan 90’ an, kompetisi satu ini memiliki nilai tinggi.
Hal ini lantaran Piala Champions Eropa (Liga Champions) hanya diikuti oleh masing-masing juara liga domestik saja. Sehingga pesertanya lebih sedikit. Sedangkan Piala UEFA (Liga Europa) kala itu mempertemukan banyak tim-tim kuat dari berbagai negara Eropa lainya.
Tentu secara pemetaan, Piala UEFA kala itu lebih bergengsi karena Piala Champions hanya diikuti segelintir klub. Persaingan juga lebih terasa di pentas Piala UEFA ketimbang Piala Champions yang membuat kompetisi kasta kedua tersebut lebih prestisius.
Inter Milan pun menjadi salah satu tim yang mampu memenangkan tiga edisi di antaranya di dekade 90’an. Gelar Piala UEFA pertama diraih Inter pada musim 1990/91. Kala itu Trio Jerman dan kecerdasan Giovanni Trapattoni menjadikan La Beneamata meraih titel Eropa ketiganya yang terakhir didapat hampir 30 tahun sebelumnya.
Lalu Piala UEFA kedua Inter didapatkan dalam waktu yang tak cukup lama. Nerazzurri mampu menggondol Piala UEFA keduanya ke Giuseppe Meazza tiga tahun berselang yakni pada musim 1993/94.
Akan tetapi, dibandingkan dengan perjalanan saat pertama kali meraih titel Piala UEFA, perjalanan Inter saat meraih titel Piala UEFA keduanya pada musim 1993/94 berjalan bak mimpi buruk. Terlebih bila ditilik lebih dalam hingga perjalanannya di kancah domestik.
Kebangkitan Inter Milan Pasca Kepergian Trapattoni dan Trio Jerman
Kepergian Giovanni Trapattoni yang kemudian diikuti trio Jerman seperti Jurgen Klinsmann, Andreas Brehme, dan Lothar Matthaus memberikan kerugian bagi Inter Milan. Kehilangan empat jiwa pemenang membuat Nerazzurri harus memutar otak untuk mengembalikan kejayaan.
Selepas kepergian Giovanni Trapattoni, Inter menunjuk Corrado Orrico sebagai penggantinya di musim 1991/92. Penunjukkan tersebut tak berbuah manis karena yang bersangkutan dipecat dan digantikan Luis Suarez yang hanya mampu membawa Nerazzurri finis di peringkat delapan Serie A Italia.
Kegagalan di kancah domestik dan Eropa membuat trio Jerman lantas hengkang bersamaan. Hal ini memberikan lubang besar pada setiap lini. Alhasil Inter pun mencoba mendapatkan pengganti sepadan untuk ketiganya.
Pada musim 1992/93, Inter menunjuk Osvaldo Bagnoli yang merupakan mantan pelatih juara Serie A di tahun 1985, Hellas Verona. Kedatangannya dibarengi dengan rekrutan-rekrutan anyar seperti Ruben Sosa, Darko Pancev, Igor Shalimov dan Matthias Sammer.
Pergantian pelatih dan datangnya pemain anyar membuat Inter perlahan bangkit dan berhasil finis di tempat kedua Serie A musim 1992/93. La Beneamata harus kalah dari tetangganya, AC Milan yang menjadi kampiun pada musim tersebut.
Keberhasilan meraih tempat kedua membuat Inter berhak melaju ke Piala UEFA kembali setelah setahun absen. Hal ini menuntut La Beneamata untuk berubah, setidaknya demi meraih titelnya kembali.