INDOSPORT.COM - Sudah sejak lama sepak bola tak dimaknai hanya sebatas olahraga semata. Sepak bola dalam perjalanannya menjadi lambang perjuangan sosial, politik, dan ekonomi.
Maka, tipe-tipe pemilik klub pun bermacam-macam. Ada yang untuk mencari profit semata. Ada yang memang mencintai sepak bola dan ingin membawa kebahagiaan bagi para fans.
Ada pula yang menggunakan sepak bola sebagai perjuangan politik. Ya, meski tak murni politik, setidaknya mereka memiliki kecintaan terhadap sepak bola.
Di dunia ini, terutama di Eropa, terpampang sejumlah klub yang berada langsung dalam kepemimpinan diktator, atau pun terpengaruh oleh diktator.
Diktator di sini pun kami tarik secara lebih luas, yakni penguasa sebuah negara, atau pun kepemimpinan klub yang 'semena-mena'.
Italia, Mendorong Fasis Lewat Sepak Bola
Mungkin pencarian pertama kita bisa dimulai dari Italia. Sebab, negara ini memiliki sejarah panjang dalam hubungan sepak bola dan politik.
Pada dekade 30-an silam, Italia pernah memiliki pemimpin fasis bernama Benito Mussolini. Mussolini bagaikan Adolf Hitler-nya Italia kala itu.
Sebagai orang Italia pada umumnya, ia juga mencintai sepak bola. Klub Bologna adalah salah satu tim favoritnya kala itu di samping Lazio.
Mussolini merupakan pria asli kelahiran Bologna, Emilia Romagna. Dalam era kepemimpinannya, Bologna merengkuh enam gelar scudetto (1940/41, 1938/39, 1936/37, 1935/36, 1928/29, dan 1924/25).
Tak mengherankan memang, Mussolini dituding ada di balik kesuksesan Bologna kala itu. Bahkan, ia sampai datang meresmikan Stadion Renato Dell'ara dan menyebutnya sebagai lambang semangat fasis.
Bergeser ke barat Italia, ada klub Livorno yang juga begitu kental dengan aroma diktatorisme. Bagaimana tidak, di kota inilah Partai Komunis Italia berdiri.
Livorno adalah salah satu kota di Italia yang paling kaya dengan sejarah kirinya. Tak heran dalam banyak laga, berkibar muka-muka tokoh kiri yang cenderung diktator seperti Lenin, Guevara, sampai Castro.
Selain dua klub di atas, masih ada banyak lagi sejumlah klub yang terbawa pengaruh diktatorisme. Namun, kami memilih Perugia sebagai pembahasan yang menarik.
Berbeda dengan dua klub di atas, Perugia tidak terpengaruh komunis atau aliran apapun. Hanya saja, mereka pernah dipimpin oleh pemimpin yang begitu diktator bernama Cechi Gorri.
Pada kurun 2000-an, ia memiliki klub Perugia yang bermain di Serie A. Cechi Gorri memiliki latar belakang sebagai seorang produser film dan politisi.
Saat memegang Perugia, ia begitu keras dan tak segan mengambil keputusan kontroversial. Dua di antaranya adalah memasukkan lewat jalur belakang anak Mohammar Khadafi untuk main di Liga Italia bersama Perugia.
Selaini itu, ia pernah mendepak bintang Korsel yang berjasa menyingkirkan Italia di Piala Dunia 2002, Ahn Jung-hwan, dari timnya saat itu.
Sebagai sosok kontroversi, publik Italia tak kaget ketika polisi mencokoknya pada Februari 2020 lalu dengan hukuman 8 tahun dan lima bulan atas masalah keuangan.
Soal fasisme sendiri negara Spanyol tak mau kalah. Pada masa silam, Spanyol pernah memiliki pemimpin fasis bernama Jenderal Franco (masa jabatan 1939 – 1973).
Franco merupakan seorang Madridista alias penggemar Real Madrid di LIga Spanyol. Bahkan, ia menganggap El Real sebagai bagian resmi dari rezimnya.
Di sinilah memanasnya pertentangan antara Catalonia dan Madrid (Spanypl). Sebab, Jenderal Franco bukanlah simpatisan Catalonia, meski ia tak ingin wilayah itu lepas.