In-depth

Stop Salahkan Pemain Chelsea dan Mulailah Mawas Diri, Lampard!

Senin, 19 Oktober 2020 11:41 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
© Darren Walsh/Chelsea FC via Getty Images
Pelatih Chelsea, Frank Lampard. Copyright: © Darren Walsh/Chelsea FC via Getty Images
Pelatih Chelsea, Frank Lampard.

INDOSPORT.COM – Hasil mengecewakan didapat Chelsea di pekan kelima Liga Inggris 2020/21 di mana The Blues dipaksa bermain imbang 3-3 meski telah unggul terlebih dahulu. Hasil ini jelas menambah panjang catatan buruk klub asal London barat ini bersama Frank Lampard.

Pada laga yang berlangsung di Stamford Bridge, Sabtu (17/10/20) malam WIB, Chelsea sempat unggul terlebih dahulu lewat dua gol Timo Werner di babak kedua.

Aksi solo run dan kecerdikan bomber asal Jerman ini membuatnya membuka kran golnya. Namun menjelang babak pertama bubar, Southampton memperkecil keadaan lewat Danny Ings.

Gol yang dilesakkan Ings pada menit ke-43 berawal dari kesalahan Kai Havertz yang kehilangan bola di daerah timnya sendiri, atau di daerah sepertiga lapangan.

Di babak kedua, permainan ciamik Chelsea sepanjang 42 menit babak pertama tak kunjung terlihat lagi. Bahkan lagi-lagi The Blues harus kebobolan lewat kesalahan pemainnya. Kali ini lewat Kurt Zouma.

Meskipun mampu kembali unggul lewat Kai Havertz di menit ke-59, tanda-tanda Chelsea bakal tumbang atau setidaknya ditahan imbang Southampton terlihat dalam 30 menit terakhir pertandingan.

Alhasil, pada masa perpanjangan waktu, Jannik Vestergaard menyamakan kedudukan lewat tandukannya dari jarak dekat membelokkan sepakan jarak jauh Theo Walcott.

Apa yang ditampilkan Chelsea di laga itu membuat hasil akhir seperti sebuah kekalahan. Sebab, secara jelas Southampton mampu menguasai pertandingan di paruh kedua.

Hal ini terlihat dari statisik Expected Goals (xG) atau perhitungan statistik mengenai kualitas sebuah peluang. Baik Chelsea dan Southampton memiliki xG yang hampir sama yakni 1,92 dan 1,91.

Dengan kata lain, hasil 3-3 merupakan hasil yang adil bagi kedua tim. Atau untuk Chelsea, statistik tersebut membuktikan bahwa Frank Lampard nampak belum menemukan sistem bertahan (Defensive Setup) untuk timnya sejak musim 2019/20.

Memang 2 gol dari Southampton atau West Bromwich Albion berawal dari kesalahan para pemain Chelsea. Namun gol ketiga kedua tim ini saat melawan Chelsea merupakan kesalahan dari taktik Lampard.

Hal ini pun menggugah hati Timo Werner. Penyerang yang baru didatangkan Chelsea ini pun mulai sedikit melakukan pemberontakan dan mengkritisi taktik Lampard terutama saat membentuk sistem pertahanan.

“Saya tak tahu jika kami punya masalah tapi pada akhirnya di 3 pertandingan terakhir kami kemasukan 6 gol dan itu bukanlah yang kami inginkan. Kami adalah Chelsa, kami ingin memperebutkan gelar. Pada akhirnya, menyerang takkan selalu memenangkan gelar.

“Di Jerman, kami selalu mengatakan bahwa bertahan membuatmu memenangkan gelar. Saya pikir itu benar. Ketika kami kemasukan banyak gol, itu sulit untuk memenangkan pertandingan dan juga gelar,” ujar Werner secara blak-blakan pasca laga melawan Southampton.

Tak cuma Werner, Kai Havert juga merasa frustrasi dengan hasil yang Chelsea dapatkan. Ia yang menjadi salah satu dalang di balik gol Southampton dan gol The Blues merasa seharusnya semua pihak harus bekerja keras agar kesahalan dalam bertahan tak terulang di masa mendatang.

Namun ucapan dari para penggawa anyarnya ini malah ditanggapi lain oleh Lampard. Pelatih berusia 42 tahun ini terkesan menyalahkan para pemain di lapangan, sama seperti saat timnya bermain imbang 3-3 melawan West Bromwich Albion.

Lampard menyebut para bintang Chelsea tak mengikuti instruksinya untuk bermain bola panjang di babak kedua agar menaklukan High Pressing-nya Ralph Hasenhuttl yang diterapkan Southampton.

“Saya tak pernah mau memainkan sepak bola yang berani di akhir-akhir pertandingan. Itu pesanku kepada mereka, bahwa saya ingin mereka memainkan bola panjang dan menghancurkan pressing lawan. Saya tak pikir para pemain melakukannya,” ucap Lampard.

Apa yang diucapkan Lampard ini seakan menyalahi taktik yang ia buat di babak pertama. Southampton yang menerapkan pressing tinggi mampu dibuat kecolongan lewat build-up serangan dari belakang dan passing-passing pendek (contohnya dari 2 gol Werner).

Apalagi dengan memainkan bola panjang, maka secara tak langsung Lampard membiarkan Southampton untuk mengekspos lini pertahanan dan membiarkan lawan kian meningkatkan intensitas serangan.

Selain itu, secara postur, Chelsea di laga itu tak memiliki pemain jangkung (selain Havertz) yang dapat menerima bola atas atau memberi ancaman lewat bola udara dari belakang sesuai instruksinya.

Ketimbang Lampard menyalahkan para pemainnya di lapangan, ada baiknya ia berkaca dan mawas diri. Pasalnya, sistem pertahanan Chelsea di bawah arahannya sejak musim 2019/20 jauh berbeda dengan sistem pertahanan yang dibangun Maurizio Sarri, pelatih yang dicap bermain terlalu berani.

Lampard dengan segala sumber daya yang ia miliki di area pertahanan sejak Liga Inggris musim lalu telah kebobolan 63 gol dari 43 pertandingan liga atau rata-rata 1,5 gol per laga.

Sedangkan Sarri dengan tanpa adanya tambahan di lini belakang dan menggunakan duet David Luiz-Antonio Rudiger (yang dianggap Lampard tak mumpuni untuk Chelsea) hanya kebobolan 39 gol dari 38 laga di Liga Inggris.

Menyalahkan Kepa Arrizabalaga? Tentu tidak bisa. Meskipun ia kerap melakukan blunder di saat Lampard tiba, namun di zaman Sarri, Kepa mampu mencetak 23 clean sheets dari 51 laga yang membuatnya masuk dalam nominasi kiper terbaik dunia pada 2019 silam.

Kiper bukanlah dewa. Namun penampilan apik Kepa dan clean sheets yang ia dapatkan tak lepas dari sistem pertahanan (Defensive Setup) yang dibuat pelatih saat latihan.

Ada baiknya Lampard mulai fokus membenahi taktiknya dan stop menyalahkan para pemainnya agar tak mengurangi rasa percaya diri mereka di kemudian hari sehingga mengikis performa mereka di lapangan ataupun melakukan pemberontakkan.

Meskipun dirinya adalah legenda Chelsea, namun sepak bola bagi jajaran direksi klub adalah bisnis. Bukan tidak mungkin jika ia tak cepat berbenah, Frank Lampard akan dipecat oleh Roman Abramovich seperti para pendahulunya.