INDOSPORT.COM - Ajax Amsterdam kembali bertemu Liverpool, kali ini di fase grup Liga Champions 2020-2021. Sebelumnya, keduanya pernah berhadapan sebelumnya di sebuah laga bertajuk De Mistwedstrijd.
De Mistwedstrijd alias The Fog Match adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan suasana kala itu di mana kedua tim bermain di tengah kabut. Ada pun peristiwa bersejarah ini terjadi pada 7 Desember 1966.
Wow, sudah lama sekali bukan? Pada waktu itu, Liverpool sendiri sudah memiliki nama besar, kampiun Liga Inggris, dan ditangani oleh salah satu pelatih hebat The Reds sepanjang masa, Bill Shankly.
Di sisi lain, Ajax bisa dibilang masih dalam proses menunjukkan jati diri sebagai klub sepak bola papan atas di Eropa. Namun keberhasilan membungkam skuat asuhan Bill Shankly jadi awal yang baik untuk mereka.
Ini adalah ketiga kalinya Ajax tampil di European Cup (sekarang Liga Champions), sedangkan Liverpool sempat menjadi semifinalis musim 1964-1965 namun harus takluk di tangan Inter. The Reds adalah unggulan juara di sini, apalagi usai memenangkan Liga Inggris dan Piala FA.
Mereka ibarat sedang jaya-jayanya di bawah asuhan Bill Shankly, yang sebelumnya sempat berseloroh belum pernah mendengar nama Ajax sebelumnya. Satu-satunya kata ‘Ajax’ yang ia tahu adalah sebuah merek pembersih dapur.
Dengan kepercayaan diri tinggi, The Reds pun bertandang ke markas musuhnya tersebut dengan kepala tegak.
Namun sayangnya keyakinan untuk menang seketika runtuh setelah Ajax tampil brilian, mengaduk-aduk gaya sepak bola Inggris dengan Total Football ala mereka. Tentu saja terima kasih kepada seorang talenta muda bernama Johan Cruyff.
Cruyff sendiri sangat senang bisa berjumpa Liverpool di panggung Eropa pada saat itu. Ditambah lagi, klub asal Merseyside tersebut juga dihuni sejumlah nama yang sudah sangat dikenal publik dunia.
“Waktu itu Liverpool bukan hanya tim terbaik di Inggris, tapi salah satu yang terkuat di dunia. Tim mereka berisi Ron Yeats, Ian St John, Tommy Lawrence, dan Peter Thompson, para pesepak bola yang sudah kita kenal,” ujar Cruyff dalam autobiografinya, My Turn: The Autobiography.
The Fog Match
Sekitar 55 ribu penonton memadati Stadion Olympic di Amsterdam untuk menyaksikan leg pertama putaran kedua European Cup antara Ajax vs Liverpool. Sayangnya, laga tersebut harus berlangsung di tengah kabut.
Situasi ini jelas membuat para pemain merasa tidak nyaman lantaran keterbatasan visibilitas. Bahkan, kiper Liverpool saat itu yakni Tommy Lawrence sempat mengeluh ketika ia dan rekannya, Ron Yeats, tidak bisa melihat apa-apa.
Yeats pun sampai harus memberi tahu sang penjaga gawang ketika lawan sudah memasuki setengah lapangan mereka.
Petaka pertama datang ke kubu The Reds hanya tiga menit setelah laga dimulai. Adalah Cornelis de Wolff yang membuka keunggulan Ajax. Lucunya, butuh waktu cukup lama bagi penonton untuk tahu ada gol yang tercipta, karena kabut yang memenuhi lapangan.
Johan Cruyff kemudian menambah keunggulan menjadi 2-0, disusul gol dari Klaas Nuninga pada menit 38 dan 42, dan yang terakhir Hendrik Groot pada menit 77. Satu gol hiburan The Reds dicetak oleh Chris Lawler saat injury time.
Setelah pertandingan, Bill Shankly seolah tidak ambil pusing dengan hasil yang diperoleh anak-anak asuhnya. Selain menyebut Ajax sudah terbiasa dengan kabut, ia juga berjanji akan membantai mereka 7-0 di laga selanjutnya.
Ternyata, doa Shankly tersebut tidak terkabul. Liverpool hanya bisa bermain imbang 2-2 di leg kedua sehingga Ajax berhasil lolos ke perempatfinal dengan keunggulan agregat 7-3.