INDOSPORT.COM – Liga Champions 2020/21 seakan menjadi titik puncak dari kesialan atau lebih tepatnya ketidakberuntungan yang menaungi Antonio Conte dan Olympique Marseille.
Inter Milan arahan Antonio Conte harus menerima nasib sial saat menjamu Real Madrid di laga keempat fase grup B. Di laga yang berlangsung di Giuseppe Meazza ini, La Beneamata harus tumbang dengan skor 0-2 dari Los Blancos.
Kekalahan ini sejatinya tak diprediksi banyak orang. Sebab, secara performa Inter jauh lebih baik dari Madrid yang tengah dalam kondisi menurun.
Sebelum pertemuan keduanya, Inter mampu melakukan comeback luar biasa dengan menggulung Torino dengan skor 4-2 setelah sempat tertinggal terlebih dahulu dengan margin dua gol.
Di sisi lain, Madrid yang tengah diterpa badai cedera bermain imbang dengan Villareal di kancah LaLiga Spanyol 2020/21. Jelas bahwa kondisi tim tamu menguntungkan Inter saat keduanya bertemu.
Namun, hasil di lapangan berkata lain. Inter dibuat tak berdaya di Giuseppe Meazza dari Madrid yang tengah pincang. Hasil ini membuat Nerazzurri kian terbenam di dasar klasemen sementara grup B.
Dari empat laga, Inter baru mengkoleksi dua poin. Ironisnya, pada saat drawing, La Beneamata bersama Madrid diunggulkan bisa lolos dengan mudah dari grup B.
Apalagi jika mengingat bahwa selain Inter dan Madrid, grup B ‘hanya’ diisi oleh Borussia Monchengladbach dan Shakhtar Donetks. Lalu, mengapa Nerazzurri terlihat kesulitan di grup ini? Apakah hal ini ada hubungannya dengang sang pelatih, Antonio Conte?
Liga Champions seperti tak bersahabat dengan Conte selama menjadi pelatih. Sebagai pemain, memang dirinya pernah mengangkat Si Kuping Besar sekali saat membela Juventus di musim 1995/96.
Tapi saat berdiri di pinggir lapangan, catatan Conte tak begitu apik di Liga Champions. Sejak menukangi Juventus di kompetisi ini hingga kini menukangi Inter Milan, pria berusia 51 tahun ini tak pernah melewati babak perempatfinal.
Bahkan buruknya, pada musim 2013/14 dan musim 2019/20 ia gagal membawa Juventus dan Inter lolos babak grup Liga Champions.
Hingga laga melawan Real Madrid di laga keempat grup B, Conte telah melakoni 32 laga sebagai pelatih di Liga Champions dengan catatan 11 kali menang, 10 kali imbang dan 11 kali kekalahan.
Ironis bukan? Pelatih sekaliber dirinya yang bergelimang prestasi domestik dengan skuat apik memiliki jumlah kemenangan dan kekalahan yang sama di kompetisi antar tim-tim terbaik Eropa.
Senada dengan Antonio Conte, Olympique Marseille pun menjadi tim yang tak bersahabat dengan Liga Champions saat ini.
Padahal, Marseille merupakan salah satu tim yang mampu meraih titel Liga Champions, tepatnya pada musim 1992/93 saat tim berjuluk l’OM ini mampu menumbangkan raksasa Eropa saat itu, AC Milan.
Keberhasilan Marseille menjuarai Liga Champions 1992/93 sendiri menjadikan mereka tim asal Prancis pertama yang bisa mengangkat Si Kuping Besar. Hingga musim 2019/20, belum ada tim Prancis lain yang mampu menyamai torehan tersebut.
Sejarah panjang Marseille sebagai tim papan atas Prancis di Liga Champions pada masa lalu, nampaknya tak bisa ditularkan sedikitpun di era sepak bola modern saat ini.
Marseille yang saat ini tergabung di grup C Liga Champions 2020/21, dalam empat laga selalu menelan kekalahan dan belum mencetak gol sama sekali.
Buruknya penampilan ini memperpanjang catatan Marseille di pentas Liga Champions. Sejak babak 16 besar Liga Champions 2011/12 hingga laga keempat grup C, Marseille mencatat rekor buruk dengan menelan 13 kekalahan secara beruntun.
Catatan itu dirinci dari tiga kekalahan dari babak 16 besar hingga perempatfinal musim 2011/12, lalu enam kekalahan di babak grup pada musim 2013/14 dan empat kekalahan di grup C musim 2020/21.
Empat kekalahan dalam empat laga di grup C saat ini pun membuat Marseille harus terdepak dari Liga Champions 2020/21. Sebuah catatan buruk untuk tim yang pernah menjuarai Si Kuping Besar.
Alhasil, Liga Champions saat ini nampak tak bersahabat sedikit pun dengan Antonio Conte dan Olympique Marseille. Entah berapa lama ketiganya tak akrab. Butuh sebuah perubahan penting, setidaknya membuat baik Conte dan Marseille mengulang memori mengangkat Si Kuping Besar.