INDOSPORT.COM – Liga Inggris 2020/21 pekan ke-10 akan menghadirkan laga Big Match antara Chelsea v Tottenham Hotspur. Antara kedua tim, banyak laga-laga keras dan panas tersaji. Salah satu yang paling populer adalah ‘Battle of the Bridge’.
Sebagai dua tim yang sama-sama berasal dari London, baik Chelsea dan Tottenham tak punya rivalitas panjang jika menilik kata Derbi.
Sebagai informasi, sejak dahulu rival Chelsea adalah Fulham mengingat keduanya berasal dari London Barat. Sedangkan rival Tottenham adalah Arsenal karena keduanya berasal dari London Utara.
Namun seiring berjalannya waktu, rivalitas Chelsea dan Tottenham pun mulai intens. Apalagi di tambah dengan Arsenal. Ketiga tim di era Premier League ini, saling berlomba-lomba mengukuhkan diri menjadi yang terbaik di London.
Dalam satu dekade terakhir, duel untuk menentukan yang terbaik di London pun mengarah ke Chelsea dan Tottenham. Hal ini tak lepas dari sepak terjang kedua tim.
Di saat Arsenal dalam satu dekade terakhir melempem di kancah liga, Chelsea mampu memenangi dua gelar liga dan Tottenham mampu menjadi kandidat kuat peraih gelar.
Bahkan mirisnya, tempat Arsenal di empat besar perlahan tersingkir oleh tetangganya tersebut. Tottenham mampu merusak tatanan The Big Four sehingga Liga Inggris mengadopsi nama The Big Six saat ini.
Alhasil, laga Chelsea dan Tottenham Hotspur dewasa ini pun menjadi Derbi London sesunguhnya. Bahkan Dele Alli, punggawa Spurs, mengakui bahwa timnya saat ini memandang The Blues sebagai rival terbesarnya ketimbang Arsenal.
“Saya pikir, jika Anda bertanya ke fans, maka jawabannya akan berbeda. Tapi sebagai pemain, persaingan dengan Chelsea lebih besar daripada Arsenal karena apa yang mereka (Chelsea) lakukan kepada kami beberapa tahun terakhir,” tutur Dele Alli pada April 2020 lalu.
Apa yang Chelsea lakukan ke Tottenham menurut Dele Alli sendiri merujuk pada ’Battle of the Brigde’ yakni sebuah laga di Stamford Bridge yang memupuskan harapan The Lilywhites menjadi kampiun Liga Inggris.
Kembali ke musim 2015/16, Tottenham saat itu menjadi penantang gelar bersama Leicester City. Saat itu, Spurs berkesempatan menjadi kampiun sejak 1961 lalu.
Tottenham yang ada di tempat kedua klasemen saat itu bertandang ke markas Chelsea, Stamford Bridge pada 3 Mei 2016 WIB. Dalam kunjungannya, Spurs bertekad mencuri tiga poin untuk menjaga jarak dengan Leicester di puncak.
Harapan Tottenham untuk mengakhiri puasa gelar liga pun terbuka saat unggul dua gol di babak pertama lewat Harry Kane dan Son Heung-min. Keunggulan ini pun dirasa skuat Spurs bisa membuka peluang timnya menjadi juara dan mengakhiri kutukan tak pernah menang di kandang Chelsea.
Chelsea yang pada musim itu tengah terpuruk dan harus finis di peringkat 10 pun mampu bangkit di babak kedua. Gary Cahill memperkecil kedudukan pada menit ke-53. Usai gol tersebut, laga berjalan keras.
Mark Clattenburg selaku wasit yang memimpin laga ini bahkan menyebut duel keras tersebut sebagai drama. Banyaknya pelanggaran keras yang dilakukan para pemain Tottenham yang ingin mempertahankan kedudukan 2-1 pun tak berujung kartu merah.
Clattenburg paham bahwa setiap pelanggaran keras para pemain Tottenham ke para penggawa Chelsea tersebut sejatinya bisa berbuah kartu merah. Namun ia enggan memberikan kartu tersebut karena tak ingin disalahkan oleh pendukung Spurs jika timnya gagal meraih kemenangan.
“Itu (Stamford Bridge di laga itu) adalah teater. Saya masuk ke pertandingan dengan rencana bahwa saya tak ingin Tottenham Hotspur menyalahkan Mark Clattenburg jika mereka kehilangan gelar. Seharusnya ada tiga kartu merah untuk Tottenham,” tutur Clattenburg dikutip dari Sky Sports.
Sebagai catatan, Tottenham melakukan 20 pelanggaran di laga itu dan mendapat 9 kartu kuning. Duel-duel keras ini pun bisa dilihat di beragam media sosial dengan tajuk yang sama, Battle of the Bridge.
Never forget the battle of the bridge in 2016 😳 pic.twitter.com/WJUp7mf1gk
— Cal🥶 (@CFC_Cal) November 27, 2020
The 'Battle of the Bridge' was such a crazy match! 😳 pic.twitter.com/NvJEj8a4Q9
— Football Daily (@footballdaily) April 20, 2020
Keinginan Tottenham yang kala itu mempertahankan kedudukan dengan bermain keras pun gagal terpenuhi. Tujuh menit menjelang bubaran, Eden Hazard mencetak gol yang mengubur mimpi Spurs meraih gelar Liga Inggris musim itu.
Usai gol penyama kedudukan, laga pun tetap berjalan keras. Ada bentuk kekesalan terlihat dari pelanggaran keras para penggawa Tottenham. Bahkan, usai laga berakhir, pertikaian tak terelakkan.
Guus Hiddink yang saat itu pelatih interim Chelsea bahkan menjadi korban karena terjatuh didorong oleh Danny Rose yang lantas membuat para penggawa The Blues naik pitam dan berujung pada pertikaian di pinggir lapangan tepat sebelum memasuki kamar ganti.
Hasil seri 2-2 di laga 'Battle of the Bridge' ini pun memberi keuntungan ke Leicester City hingga menjadi juara. Bagi Tottenham, laga ini menjadi duka dan pengalaman getir yang membuat Chelsea menjadi rival terbesar mereka saat ini.
Di Liga Inggris 2020/21 pekan ke-10 ini keduanya akan kembali bertemu di Stamford Bridge. Laga Chelsea vs Tottenham Hotspur kali ini pun takkan memperebutkan gelar. Namun dengan memori tersebut, laga keras bisa saja terulang dan mungkin melahirkan 'Battle of the Bridge' jilid kedua.