INDOSPORT.COM - Penampilan impresif Atletico Madrid di awal musim LaLiga Spanyol 2020-2021 mengingatkan kita pada musim 2013-2014 silam ketika mereka tampil impresif merusak dominasi Barcelona dan Real Madrid.
Atletico Madrid mendapatkan kemenangan penting kala bertandang ke markas Valencia di Stadion Mestalla pada pekan ke-11 LaLiga Spanyol, Rabu (02/12/20).
Los Rojiblancos unggul tipis 1-0 lewat gol bunuh diri Toni Lato. Meski gol tercipta dari bunuh diri, namun Atletico sangat dominan di laga ini dengan memegang 67 persen penguasaan bola dan 14 tembakan.
Atletico Madrid di bawah Diego Simeone pada awal musim ini memang hampir tak terhentikan di LaLiga Spanyol. Luis Suarez dkk saat ini menjadi satu-satunya tim yang belum terkalahkan dengan catatan 7 kemenangan dan 2 seri dari 9 laga yang sudah dilakoni (23 poin).
Menariknya, tren positif Atletico Madrid ini tidak bisa ditandingi oleh duo Barcelona dan Real Madrid. Padahal keduanya selama ini sering menjadi penguasa LaLiga.
El Real seperti diketahui masih tertahan di posisi keempat dengan 17 poin dari 10 laga dan sudah merasakan tiga kekalahan. Nasib Barcelona lebih miris lagi karena mereka ada di posisi ketujuh dengan 14 poin, tetapi mereka memiliki satu tabungan pertandingan lebih banyak dari Madrid.
Dengan Atletico yang baru memainkan pertandingan kesembilannya di LaLiga, mereka pun berpotensi memperlebar jarak dengan Madrid mencapai 9 poin.
Dominasi mereka di awal musim ini pun mengingatkan kita akan performa yang mereka tampilkan pada musim 2013-2014 lalu. Di musim itu, Atletico melakukan keajaiban dengan mengusir duo raksasa tersebut dari singgasana penguasa Spanyol.
Musim Spartan Atletico 2013-2014
Atletico Madrid merupakan salah satu tim bersejarah di Spanyol. Mereka menjadi tim ketiga dengan gelar juara terbanyak yakni 10 kali setelah Real Madrid (34) dan Barcelona (26).
Atletico juga telah sembilan kali menjadi runner-up dan 14 kali masuk tiga besar di ajang kasta tertinggi sepak bola Spanyol. Dengan DNA juara dan sejarah yang bagus, Atletico sepertinya tak begitu canggung untuk kembali ke kancah papan atas LaLiga.
Setelah sempat kembali merasakan juara pada musim 1995-1996 usai puasa selama 23 tahun (sebelumnya juara pada 1973), Atletico Madrid mulai menunjukkan eksistensinya kembali.
Meski begitu, baru di era Diego Simeone mereka diperhitungkan. Sebab, pada era 2000-an, nama mereka masih tenggelam oleh tim lain seperti Valencia, Villarreal, hingga Deportivo La Coruna.
Diego Simeone masuk sebagai pelatih Atletico pada 2011. Sejak kedatangannya, Atletico Madrid mengalami peningkatan pesat. Pada musim perdanannya, Atletico finis di posisi kelima dan semusim kemudian di posisi ketiga menguntit Barcelona dan Real Madrid yang selama satu dekade lebih bergantian menguasai Laliga.
Puncak penampilan di liga domestik pun terjadi pada tahun ketiga Diego Simeone atau musim 2013-2014. Saat itu, Atletico berhasil menyabet gelar LaLiga Spanyol-nya yang ke-10.
Atletico Madrid tampil sangat impresif dengan mengumpulkan 90 poin. Jumlah itu harus dikumpulkan untuk menghindari kejaran Real Madrid dan Barcelona di posisi dua dan tiga yang masing-masing mengoleksi 87 poin.
Dari 38 pertandingan, Los Rojiblancos meraih 28 kemenangan 6 seri, dan hanya merasakan 4 kekalahan. Mereka menjadi tim ketiga terseubur (77 gol) setelah Real Madrid (100) dan Barcelona (104).
Meski kalah subur, namun mereka memiliki keunggulan pada jumlah kebobolan. Atletico saat itu hanya kebobolan 26 gol (terbaik di liga), jauh di bawah Barcelona (38 gol) dan Real Madrid (33). Pertahanan yang lebih apiklah yang berhasil menjadi pembeda Atletico.
Atletico tampil sangat konsisten. Sejak pekan awal sampai juara, mereka tak pernah tergeser dari tiga besar.
Delapan laga awal berhasil disapuh bersih oleh mereka dimulai dari mengalahkan Sevilla 1-3 dan menang 2-1 atas Celta Vigo. Setelah sempat kalah dari Espanyol 1-0, mereka kembali tak terkalahkan selama 13 laga beruntun dengan rincian 10 kemenangan dan 3 imbang.
Selama 21 pekan awal, Atletico duduk di posisi kedua membayangi Barcelona. Setelah sempat turun ke posisi ketiga berkat dua kekalahan atas Almeria dan Osasuna, mereka kembali lagi ke peringkat dua.
Setelah itu, akhirnya Atletico berhasil memimpin klasemen pada pekan ke-29 menggeser Barcelona dan Real Madrid yang akhirnya cuma bergantian di posisi kedua dan ketiga. Sejak pekan 29 sampai akhir musim, Atletico terus di atas dan berhak atas raihan gelar juara LaLiga.
Atletico Madrid pada musim itu memang solid dengan formasi 4-2-3-1 yang terkadang diubah ke 4-4-2. Atletico ketika itu masih diperkuat oleh dua striker berbahaya di tanah Spanyol, yakni Diego Costa (27 gol) dan David Villa (13 gol).
Duet keduanya benar-benar menjadi teror bagi pertahanan lawan dan tentunya menjadi andalan bagi Atletico. Costa lebih sering bermain di posisi ujung tombak dengan Villa tampil di posisi kiri. Terkadang, keduanya juga diduetkan sebagai striker murni di depan dengan Koke (14 gol) yang setia menjadi gelandang serang.
Di pos pertahanan, mereka mengandalkan double pivot yang diisi oleh Mario Suarez dan Gabi (kapten). Keduanya melapisi lini belakang yang dihuni oleh bek kawakan Brasil, Miranda, dan bek tangguh Uruguay, Diego Godin, serta tentu saja Thibout Courtois di pos penjaga gawang.
Selain memiliki pemain bintang penting, kunci keberhasilan mereka saat itu adalah kekompakan tim. Dua musim sebelumnya, mereka mulai menyatu di bawah Diego Simeone dimulai dari peringkat 5, 2, dan akhirnya juara.
Setelah trofi juara 2013-2014, Atletico tak pernah keluar dari tiga besar selama enam musim beruntun sampai terakhir 2019-2020, dan pada musim 2020-2021, mereka tentu tak hanya ingin berada di tiga besar saja. Dengan digawangi oleh Joao Felix, Luis Suarez, Angel Correa, dan Jan Oblak, mereka berharap untuk kembali merajut kisah sukses di LaLiga Spanyol.