INDOSPORT.COM - Melihat karier Rivaldo bersama AC Milan yang ternyata membuatnya jadi pemain terburuk di ajang Serie A Liga Italia.
Padahal, ketika pertama datang ke AC Milan, reputasi Rivaldo cukup mentereng lantaran baru saja memenangkan Piala Dunia 2002 bersama Timnas Brasil.
Ia bahkan mendapat pujian dari Luis Felipe Scolari yang melabelinya sebagai pemain terbaik di kompetisi sepak bola akbar empat tahunan tersebut. Hal ini pula yang membuat Silvio Berlusconi kesengsem dan ingin mengangkutnya ke AC Milan.
Sebelumnya, Rivaldo baru saja menjalani musim yang cukup lumayan di Barcelona, meski sempat berseteru dengan Louis van Gaal pada musim 1999-2000, sampai akhirnya pelatih asal Belanda tersebut hengkang.
Akan tetapi, bencana kembali menghampiri Rivaldo ketika Van Gaal kembali direkrut pada musim 2002-2003.Akhirnya, sang pemain pun dilepas dan menyetujui kontrak berdurasi tiga tahun bersama AC Milan.
Saat itu, ia pun jadi salah satu pemain dengan bayaran tertinggi di Serie A Italia, terlepas dari sejarah cedera lutut yang dideritanya. Kedatangan Rivaldo ke AC Milan juga disambut baik oleh Silvio Berlusconi.
“Tidak ada pemain yang lebih baik ketimbang Rivaldo. Dia adalah pemain yang luar biasa dan merupakan sebuah kehormatan bisa memiliki seorang yang kaliber seperti dia,” kata Berlusconi seperti pernah diwartakan The Guardian.
Sayangnya, pujian dari Berlusconi tersebut tidak sejalan dengan realitas nasib Rivaldo setelah merapat ke AC Milan. Rossoneri gagal meraih trofi meski sudah menggelontorkan banyak uang membeli banyak pemain.
Sebut saja pemain seperti Manuel Rui Costa, Javi Moreno, dan Filippo Inzaghi. Carlo Ancelotti yang bertugas sebagai pelatih kepala pada waktu itu pun jadi pusing tujuh keliling ketika diharuskan memilih 11 pemain terbaiknya.
Ancelotti kemudian melakukan beberapa kali rotasi pada pasukan serangnya, yang membuat posisi Rivaldo kerap terombang-ambing. Inkonsistensi jadi masalah yang harus dihadapinya kemudian.
Beruntung, Rivaldo sempat sedikit terbantu dengan absennya Andriy Shevchenko, tapi harus kembali terancam lantaran kemunculan Jon Dahl Tomasson.
Situasi Rivaldo pun semakin lama semakin memprihatinkan, ditambah masalah pribadi yang harus dilaluinya, yakni berpisah dengan sang istri dan tinggal terpisah dari anak-anaknya.
Walaupun perannya terbatas dan tampil inkonsisten di starting line up AC Milan, Rivaldo menjelma sebagai motivator rekan-rekannya yang punya performa kurang.
Apa yang terjadi pada Rivaldo di AC Milan seolah membuka kembali luka lamanya ketika bersama Louis van Gaal di Barcelona, di mana ia gagal meraih hati pelatihnya sendiri.
Hanya saja, Ancelotti berbeda lantaran tidak pernah menunjukkan perlakuan buruk, justru sebaliknya, ia merupakan sosok yang lucu dan humoris. Satu-satunya masalah adalah ia tidak pernah memainkan Rivaldo.
Rivaldo yang kemudian mendapat suntikan semangat dari Ancelotti mulai berusaha membuktikan diri dengan bertahan di AC Milan. Akan tetapi, lagi-lagi kesempatannya untuk unjuk gigi disabet oleh pemain lain.
Adalah Kaka, rekrutan anyar Rossoneri pada tahun 2003. Ancelotti ternyata lebih memilih pemain ini ketimbang Rivaldo untuk peran gelandang serang.
Masa-masa Rivaldo bersama AC Milan pun mulai menjamah titik akhir pada tahun 2004. Sempat akan pindah ke Bolton Wanderers, ia memutuskan pulang kampung ke Brasil dan membela Cruzeiro.
Trofi Konyol Bidone d’Oro
Perjalanan karier Rivaldo di AC Milan memang tidak begitu mulus, tapi mungkin tidak ada yang menyangka dirinya bakan menyabet sebuah trofi konyol, Bidone d’Oro.
Bidone d’Oro merupakan ‘penghargaan’ untuk pemain terburuk yang tampil di ajang Serie A Liga Italia, dan juga parodi trofi prestisius Ballon d’Or yang biasanya dianugerahkan kepada pemain terbaik di jagat sepak bola.
Rivaldo dianugerahi Bidone d’Oro, yang dalam bahasa Inggris berarti Golden Bin, pada tahun 2003, yang merupakan gelaran pertama angerah konyol tersebut. Ia mengungguli Al-Saadi Gaddafi (Perugia) dan Carsten Jancker (Udinese).
Meskipun diganjar trofi konyol dan menyedihkan tersebut, Rivaldo bisa sedikit tersenyum lantaran di AC Milan ia sempat memenangkan Coppa Italia, Liga Champions, dan Piala Super Eropa sepanjang musim 2002-2003.