INDOSPORT.COM – Banyak yang menduga bahwa Kai Havertz gagal bersinar di Chelsea karena tak mampu cepat beradaptasi dengan sepak bola Inggris. Namun di balik itu, terdapat dosa Frank Lampard yang menodai kiprah sang wonderkid sebagai salah satu talenta terbaik abad ke-21.
Nama Havertz menjadi perbincangan sejak beberapa tahun terakhir. Hal ini tak lepas dari kiprahnya yang memang fantastis bersama Bayer Leverkusen.
Sejak melakukan debutnya pada usia 17 tahun pada 2016 silam, secara perlahan Havertz menancapkan namanya sebagai talenta terbaik muda Jerman dan salah satu talenta terbaik di muka bumi.
Penahbisan status tersebut tak lepas dari gaya bermainnya yang elegan serta torehan gol dan assist yang tak masuk akal bagi para pemain muda.
Tercatat sejak debutnya pada 2016 silam hingga musim 2019/20 bersama Leverkusen, 46 gol dan 31 assist dicetaknya dalam 150 penampilan. Jika dihitung dengan rinci, maka Havertz selalu berkontribusi lewat gol dan assistnya setiap dua pertandingan yang ia mainkan.
77 gol dan assist di level profesional yang ia buat hingga berusia 21 tahun tersebut menjadi salah satu bukti mengapa Havertz ditahbiskan sebagai talenta terbaik Jerman. Selain dari angka, gaya bermainnya sendiri pun menjadi cerminan bakat di dalam dirinya.
Gaya permainan Havertz terbilang elegan. Bahkan pelatih sekelas Ralf Rangnick menyebut wonderkid Chelsea ini sebagai jelmaan Johan Cruyff. Sebuah sematan yang tak main-main jika mengingat betapa melegendanya pemain tersebut.
“Saya tak ragu dia (Havertz) akan sukses dan menjadi salah satu pemain top dalam beberapa tahun ke depan. Saya mencoba merekrutnya saat di RB Leipzig. Saya tak melihat kelemahan di gaya bermainnya. Dia adalah Johan Cruyff modern,” ujar Rangnick.
Banyaknya sanjungan dan prestasi itu nyatanya perlahan dilupakan. Apalagi setelah melihat melempemnya performa Kai Havertz usai ditransfer oleh Chelsea pada musim panas 2020. Bahkan sematan ‘Flop’ atau gagal pun mampir di tahun pertamanya bersama The Blues.